Senin, 30 Desember 2013

Revolusi Dimulai Dari Panggung

Revolusi dimulai dari panggung, itulah yang menjadi judul resolusi saya untuk tahun 2014. Ini sekaligus jawaban saya terhadap kegelisahan masyarakat terhadap tayangan televisi. Tidak semua tayangan televisi itu buruk, ada juga yang baik. Hanya saja karena tayangan yang menggelisahkan masyarakat ini berada pada jam utama dan dimainkan oleh artis dan komedian terkenal sehingga menarik perhatian.

Sebagai pelaku di industry tv dan komedian, kurang pas jika saya ikut memberikan komentar dan penilaian terhadap tayangan-tayangan tersebut. Apalagi sebagian besar tayangan yang menjadi sorotan itu bergenre komedi.

Tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemain-pemain yang terlibat dalam tayangan tersebut karena sesungguhnya yang memegang kontrol adalah stasiun televisi. Pemain hanya memainkan peran mereka sesuai dengan order yang telah ditulis dalam naskah atau sesuai dengan arahan penata laku atau tim kreatif. Dengan memegang azas memenuhi tuntutan peran, maka komedian tidak keberatan kalau wajahnya ditimpuk pakai tepung. 

Pihak televisi sendiri dalam membuat konsep kreatif biasanya berpegang pada tuntutan rating. Bagi mereka jika membuat sesuatu yang mudah bisa menghasilkan rating yang tinggi buat apa bersusah payah membuat program harus memenuhi unsur mendidik. Udah susah mikirin konsepnya, ratingnya belum tentu bagus. 

Suatu kali saya melakukan presentasi program komedi dihadapan tim produksi dan kreatif sebuah televisi hiburan swasta nasional. Diujung presentasi manager produksinya berkata “mas Iwel, komedi yang disukai masyarakat itu bukan verbal kayak stand up comedy, tapi komedi visual”

Pernyataan ini membuat saya bertanya dalam hati “apakah penonton Indonesia mengalami kemunduran?” Tayangan komedi yang pernah populer dinegeri ini tahun 90-an adalah tayangan komedi yang mengedepankan komedi verbal seperti Lenong Rumpi,  Keluarga Van Danoe, Bagito Show dan Ngelaba. Bahkan kelompok lawak Cagur diawal pemunculan mereka melalui program Chating juga mengedapankan komedi verbal. Ketroprak humor yang dipopulerkan oleh pelawak Timbul dan kawan-kawan juga mengedepankan komedi verbal dengan gaya  pemain masing-masing. Komedi visual hanya bumbu, itupun dimainkan dalam batas-batas tertentu.

Tokoh-tokoh seperti Chairul Tanjung, Hary Tanoe, Aburizal Bakrie dan pemilik Indosiar-SCTV seharusnya bisa ikut memiliki peran penting dalam ikut memperbaiki tayangan-tayang televisi menjadi tayangan yang sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka adalah pemilik stasiun televisi hiburan, sebagai pemilik tentu mereka memiliki kekuatan yang luar biasa ikut berperan dalam menyuguhkan tayangan yang berkualitas kepada pemirsa.

Saya sendiri, sebagai komedian pergerakan mempunyai prinsip lebih baik berbuat daripada hanya sekadar ikut berkomentar. Saya mengutip ucapan Adlai Stevenson “lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan” Itulah sebabnya lahir pemikiran resolusi untuk tahun 2014 adalah "revolusi dimulai dari panggung" 

Arti revolusi dimulai dari panggung adalah, disaat kesempatan untuk memiliki tayangan yang baik ditelevisi belum muncul maka saya tidak akan menyerah. Saya masih bisa membuat panggung-panggung lain, seperti halnya dulu pertama kali saya melakukan pementasan stand up comedy 6 Maret 2004. Itu saya lakukan disaat stand up comedy belum mendapatkan ruang dimana-mana.

Hal lain munculnya istilah revolusi dimulai dari panggung adalah, saya terinpirasi ketika pak Teguh melahirkan Srimulat atau Bing Slamet dan seniman komedi lainnya memulai semua dari panggung. Selama tahun 2013 pentas stand up comedy yang dilakukan oleh Pandji, Ernest Prakasa dan sejumlah comic lain padat dengan penonton. Pementasan stand up comedy yang saya lakukan bersama teman-teman tanggal 21-22 Desember 2013 di Galeri Indonesia Kaya juga penuh dengan penonton. Ini menunjukan bahwa, masih ada ruang untuk terus bergerak. 

Kerinduan masyarakat terhadap tayangan berkualitas bisa dilihat dari meningkatnya jumlah penonton yang menonton film-film nasional berkualitas seperti Habibie Ainun, Soekarno, 99 Cahaya Di Langit Eropa, Tengelamnya Kapal Van Der Wijk dan lain-lain.

Panggung-panggung untuk seniman lokal berkarya harus terus dihidupkan dengan dukungan media cetak dan media sosial. Ketika pembuktian dipanggung ini terbukti, maka saya yakin nanti televisi berlomba-lomba kembali menayangkan tayangan televisi berkualitas. Harus ada yang memulai, saya senang menjadi bagian gerakan ini. Mengutip ucapan Sutan Syahrir "hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan."

Selasa, 17 Desember 2013

Artikel The Jakarta Post

Workshop Stand Up Comedy untuk rekan comic
Sewaktu senggang dirumah, saya menemukan kembali sebuah artikel The Jakarta Post yang membahas tentang stand up comedy.  Artikel yang dimuat di harian The Jakarta Post edisi minggu 8 April 2012 berjudul The Rise Of Stand Up Comedy. 

Bukannya mau narsis tapi mau narsis banget, ada kutipan yang menarik dalam artikel ini :

Iwel Wel became Indonesia’s first well-known stand-up comedian in 2004. Iwel later became more famous through satirical TV program Republik Mimpi and Democrazy. (The Jakarta Post)

Kutipan ini mengingatkan saya kembali kepada tahun 2004, saat saya belum menemukan banyak orang yang berminat menjadi stand up comedian. Jangankan untuk berminat menjadi stand up comedian, istilah stand up comedy sendiri masih sangat asing. Inilah yang menjadi motivasi saya untuk memperkenalkan stand up comedy melalui pementasan di Gedung Kesenian Jakarta pada 6 Maret 2004.

Apalagi kalau saya tarik jauh mundur ke belakang, tahun 1998 ketika saya memutuskan untuk memulai menjadi seorang stand up comedian. Banyak rekan-rekan pelawak yang ragu jika gaya komedi asal Amerika ini bisa berkembang di Indonesia.  

Pasca pementasan stand up comedy Indonesia pertama yang saya lakukan, dalam kurun waktu 2004 hingga 2010 saya belum menemukan banyak orang yang tertarik untuk menjadi stand up comedian. Stand up comedy baru menjadi sebuah ledakan pada tahun 2011. Banyak kemudian bermunculan anak-anak muda yang tertarik untuk menjadi stand up comedian.

Selasa, 26 November 2013

Catatan Pementasan Komedi Tunggal Iwel Sastra

Foto : ET Hadi Saputra
Di penghujung tahun 1997 saya memutuskan untuk solo karir di dunia lawak Indonesia. Keinginan ini muncul karena dari tahun 1989 hingga 1997 saya selalu gagal membentuk grup lawak. Penyebab kegagalan ini lebih sering disebabkan karena perbedaan fokus antara saya dengan rekan. Saya fokus ingin menjadikan pelawak sebagai profesi, sedangkan teman-teman lebih banyak yang menjadikan ini sebagai kerjaan sampingan. Ini berdampak kepada komitmen ketika latihan dan menerima tawaran manggung.

Terakhir tahun 1997 saya sempat satu grup dengan Tukul Arwana, bahkan kami sempat tampil dalam program Opera Sabun Mandi yang ditayangkan SCTV sebanyak 26 episode. Saya berpisah dengan mas Tukul bukan karena perbedaan prinsip, melainkan karena kesempatan yang hinggap pada mas Tukul. Pasca membintangi video klip Joshua, tawaran demi tawaran berdatangan untuk mas Tukul. Saya tentu tidak mau menghalangi rezeki mas Tukul.

Saya sempat berpikir untuk meninggalkan dunia lawak untuk mulai meniti karir sebagai pengacara atau pengusaha. Keinginan ini saya urungkan ketika saya dipenghujung tahun 1997 saya menyaksikan sitkom Seinfeld dan film dokumenter yang memperlihatkan Bob Hope sedang menghibur tentara Amerika yang sedang bertugas di Vietnam. Saya kemudian memutuskan untuk mencoba solo karir.

Tahun 1998 saya bercerita kepada sahabat saya Diaz Hendropriyono keinginan saya untuk fokus meniti karir seperti pelawak Amerika Jerry Seinfeld dan Bob Hope. Diaz memberi tahu saya bahwa di Amerika itu disebut stand up comedy. Jadilah sejak saat itu saya mulai memproklamirkan diri sebagai stand up comedian. Diaz yang sekolah di Amerika ini pulalah yang kemudian mengirimkan saya berbagai VCD penampilam stand up comedian Amerika. Saya kemudian mulai mempelajari stand up comedy yang ternyata mempunyai aturan-aturan tersendiri.

Setelah enam tahun berjuang mempopulerkan stand up comedy, 6 Maret 2004 saya mengadakan pementasan stand up comedy pertama Indonesia di Gedung Kesenian Jakarta. Pertunjukan ini mendapat pemberitaan yang positif dari berbagai media. Perlahan masyarakat Indonesia mulai mengenal stand up comedy.

Stand up comedy sendiri kemudian semakin popular tahun 2011 seiirng dengan berkembangnya sosial media seperti youtube dan twitter. Saya menilai kedua sosial media ini berperan dalam membuat stand up comedy bisa lebih mudah dikenal masyakarat. Ditambah Metro TV dan Kompas TV kemudian menayangkan program stand up comedy.

Seiring dengan semakin populernya stand up comedy, tahun 2012 yang lalu saya sebenarnya ingin mengadakan kembali show tunggal stand up comedy. Niat ini tertunda karena saya sedang fokus menyelesaikan buku perdana saya Motivaction: Mimpi atau Mati! yang kemudian diterbitkan Noura Books pada Mei 2013.

Seiring dengan terbitnya buku tersebut saya mulai memperkenalkan stand up motivation yaitu menggabungkan stand up comedy dan motivasi. Efek buku ini sangat luar biasa, saya banyak memenuhi undangan sebagai stand up motivator. Sehingga rencana untuk pementasan tunggal stand up comedy kembali tertunda.

September 2013 saya bulatkan niat saya bahwa sebelum tahun 2013 berakhir, saya sudah melakukan pementasan tunggal stand up comedy. Saya kemudian berpikir, kalau saya hanya menampilkan stand up comedy maka tidak ada sesuatu yang baru ditampilkan. Selama tahun 2011 hingga 2013 sudah banyak stand up comedian Indonesia yang melakukan pertunjukan tunggal.

Saya teringat DVD ventriloquist Jeff Dunham yang diberikan Fandy Begenk kepada saya pada bulan Agustus 2013. Kebetulan saya lagi senang-senangnya dengan ventriloquist yang merupakan seni suara perut yang biasanya menggunakan boneka. Saya sendiri sewaktu kecil sangat suka dengan boneka Tongki-nya Gatot Sunyoto. Muncul ide untuk menggabungkan stand up comedy dengan ventriloquist. Supaya pembukaan show menarik maka saya punya ide untuk membuka acara dengan musik humor.

Mulailah saya bergerak untuk menghubungi tempat. Pilihannya adalah Taman Ismail Marzuki Jakarta. Saya memilih Taman Ismail Marzuki karena tahun 2004 saya sudah melakukan pementasan di Gedung Kesenian Jakarta. Alasan lain bahwa yang saya tampilan ini bukan sekedar tontonan tapi merupakan sebuah seni komedi.

Alhamdulillah masih tersedia jadwal kosong di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki untuk tanggal 23 November 2013. Saya punya waktu sekitar dua bulan untuk persiapan. Saya pun mulai mencari orang yang bisa membuatkan boneka ventriloquy di Indonesia. Roni Yuzirman pendiri komunitas tangan di atas memperkenalkan saya dengan Anang Sujana pemilik pabrik boneka. Setelah melalui proses pertemuan beberapa kali dengan pak Anang akhirnya boneka ventriloquy yang saya beri nama Lewi jadi.

Persiapan selanjutnya adalah saya harus bisa memainkan boneka ventriloquy dengan baik. Kemampuan suara perut, akting, kemahiran menghidupankan boneka serta penguasaan materi humor menjadi suatu bagian yang utuh dalam memainkan ventriloquy. Saya pelajari semuanya melalui youtube dan DVD Jeff Dunham. Sembari itu saya juga menulis materi stand up comedy dan mempelajari lagu Superman yang dipopulerkan oleh Benyamin S.

Pementasan ini penuh tantangan, semangat yang berkorbar dalam jiwa didukung oleh passion yang tinggi dalam berkomedi membuat saya melakukan semuanya dengan senang hati. Saya sebut penuh tantangan, selain mempersiapkan isi acara saya juga harus mencari dana untuk pertunjukan ini, membentuk tim acara serta ikut  memikirkan strategi promosi untuk mendatangkan penonton.

Menjelang hari pertunjukan saya pun berbagi tugas dengan istri. Saya mulai fokus kepada manajemen show, istri fokus membenahi berbagai hal penunjang show. Ada juga beberapa kendala yang dihadapi menjelang hari pementasan, seperti crew pendukung yang nggak bisa hadir pada saat gladi resik karena memiliki kesibukan ditempat lain. Untunglah pihak Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki mendukung penuh acara ini dengan mengerahkan crew Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki untuk membantu keperluan kami seperti artistik, pencahayaan dan tata suara.

Hari pertunjukan pun datang. Diluar dugaan saya penonton yang hadir tidak sebanyak yang diharapkan. Apapun yang terjadi, sedikit atau banyak penonton saya harus tampil maksimal. Melucu dihadapan penonton yang jumlahnya sedikit memiliki tantangan yang berat. Itu harus saya hadapi.
Setelah pukulan gong ketiga, layar pertunjukan dibuka. Saya memulai pertunjukan dengan ngerap berbahasa Inggris yang kemudian diplesetkan menjadi lagu begadangnya Rhoma Irama. Saya pun kemudian mulai menyapa penonton dan mulai menceritakan pengalaman saya merintis karir sebagai pelawak dengan gaya jenaka. Kemudian saya lanjutkan dengan menyanyikan lagu Superman yang dipopulerkan oleh Benyamin S.

Saya menutup sesi pertama ini dengan sebuah anekdot dari almarhum Gus Dur. Kemudian saya silam ke belakang panggung untuk ganti baju. Di panggung penonton melihat adegan dalam bentuk siluet yang memperlihatkan seorang perempuan sedang berganti kostum. Disinilah komedinya, saya yang ganti kostum tapi yang muncul siluet perempuan.

Setelah berganti kostum, saya muncul kembali diatas panggung. Saya memainkan stand up comedy  dengan membahas tentang kebiasaan saya suka membaca, rencana pembangunan subway di Jakarta, teknologi telepon genggang, Jakarta sebagai kota dengan mal terbanyak, korupsi serta persoalan aktual lainnya.

Kemudian untuk sesi terakhir saya memperkenalkan boneka ventriloquy Lewi. Pada sesi ini saya ngelawak berdua dengan Lewi. Alhamdulillah sambutan penonton sangat luar biasa menyaksikan saya dengan Lewi membahas beberapa permasalahan, seperti penyadapan telepon Presiden SBY, rencana Jokowi maju sebagai presiden hingga persoalan para Jomblo.

Menjelang pukul 22.00 saya mengakhiri pertunjukan yang berlangsung hampir 2 jam.

Minggu, 24 November 2013

Pertunjukan Komedi Tunggal Iwel Sastra, Menggabungkan Stand Up Comedy Dan Ventriloquist

Komedian Iwel Sastra mengadakan pertunjukan komedi tunggal One Stop Comedy : Bersatu Kita Lucu di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Sabtu 23 November 2013 yang lalu. Pertunjukan berdurasi hampir 2 jam ini mendapatkan sambutan positif dari penonton yang dibuat tertawa oleh Iwel selama pertunjukan.

Iwel pernah mencatat sejarah dalam dunia komedi Indonesia dengan mengadakan pementasan Stand Up Comedy pertama Indonesia yang diadakan pada 6 Maret 2004. Ini pulalah yang membuat Iwel mendapat julukan sebagai pelopor stand up comedy Indonesia.

Sembilan tahun setelah pertunjukan tunggal pertamanya, Iwel kembali mengadakan pertunjukan tunggal. Kali ini Iwel menggabungkan musik humor, stand up comedy dan ventriloquist (seni suara perut yang biasanya menggunakan boneka). Setelah Stand Up Comedy populer di Indonesia, Iwel berharap Ventriloquist segera ikut populer di Indonesia. Tantangan menjadi Ventriloquist adalah menggabungkan kemampuan akting, suara perut dan meramu materi lawakan bersama boneka.

TEMPO/Charisma Adristy

TEMPO/Charisma Adristy

TEMPO/Charisma Adristy

TEMPO/Charisma Adristy
inilah.com/Eusebio Chrysnamurti

inilah.com/Eusebio Chrysnamurti

inilah.com/Eusebio Chrysnamurti
                                
inilah.com/Eusebio Chrysnamurti
Link berita 
http://www.tempo.co/read/beritafoto/11594/Iwel-Beraksi--Stand-Up-Comedy-dengan-Suara-Perut
http://artis.inilah.com/read/detail/2050185/sukses-pentas-komedi-tunggal-iwel-sastra#.UpKxWid6ikw

Kamis, 26 September 2013

Indonesia Berdaya

Kamis 26 September 2013 puluhan motivator, inspirator dan entrepreneur berkumpul dalam grand seminar Indonesia Berdaya. Ini rangkaian kegiatan untuk mensosialisasikan Gerakan Indonesia Berdaya. Tujuannya adalah membangun semangat untuk membeli aset-aset strategis dan mengembangkannya secara bisnis yang profesional. Keuntungannya digunakan untuk memberdayakan mereka yang tak berdaya. Aset yang dibeli nantinya merupakan milik umat.

Meskipun banyak sekali motivator, inspirator dan entrepreneur terkenal yang bergabung dalam gerakan ini, namuan gerakan ini tidak menonjolkan salah satu tokoh. Semua memiliki peran yang sama dan siapa pun boleh ikut berperan dalam Indonesia Berdaya.

Ahar tujuan tepat sasaran maka Indonesia Berdaya menggandeng Dompet Dhuafa sebagai operator yang mengelola sedekah atau wakaf tunai yang masuk untuk mewujudkan Indonesia Berdaya.

Mari ikut dukung Indonesia Berdaya dengan transfer sedekah ke rekening yang sudah disiapkan:

BCA 237.300.4723 an Yayasan Dompet Dhuafa Republika
BNI 023.962.3117 an Yayasan Dompet Dhuafa Republika

Kamis, 19 September 2013

Workshop Stand Up Comedy

Workshop Stand Up Comedy Iwel Sastra
Minggu 15 September 2013 bertempat di Gedung Publica Menteng Jakarta Pusat diadakan workshop stand up comedy. Workshop ini dihadiri oleh dua puluh peserta yang ingin memperdalam pengetahuan dan mempertajam kemampuan mereka sebagai stand up comedian.

Workshop ini diprakarsai oleh Iwel Sastra yang merupakan pelopor stand up comedy Indonesia dan Danny Septriadi pengamat dan penikmat stand up comedy yang selama ini juga banyak berperan sebagai comedy buddy Iwel Sastra.

Sesi pertama dibuka oleh Iwel yang  menjelaskan kembali mengenai stand up comedy. Iwel mengutarakan sifat kritisnya terhadap stand up comedy bukan tidak mendasar. Iwel berpegang teguh terhadap apa yang dikemukakan oleh pakar-pakar stand up comedy yang menjelaskan tentang apa sesungguhnya yang disebut dengan stand up comedy. Diantaranya Iwel mengutip pendapat Judy Carter penulis beberapa buku tentang stand up comedy yang juga merupakan instruktur stand up comedy di comedy workshops.

All stand up material must be organized into the setup / punch format. If your material isn’t  organized like this, you’re not doing a stand up. You might be telling a funny story but it’s not stand up 
Judy Carter, Stand Up Comedy The Book 

Dari penjelasan Judy Carter terbaca dengan tegas bahwa seseorang baru bisa dikatakan melakukan stand up comedy jika materi yang dia bawakan tersusun dengan baik dalam bentuk setup dan punchline. Pendapat senada juga diuangkan oleh beberapa pakar lainnya seperti Greg Dean, Jay Sankey dan Stevie Ray.

Apa yang dimaksud dengan setup dan punchline?

The setup is the unfunny part of a joke. It is the informative part of the joke that introduces the subject matter. The punch is where the audience laughs.
 Judy Carter : Stand Up Comedy The Book

Ahmad Aditya seorang sutradara iklan yang pernah mengikuti kursus stand up comedy di Amerika Serika menjadi pembicara pada sesi kedua. Adit, panggilan akrabnya, menceritakan pengalamannya ketika mengikuti kelas stand up comedy di Amerika. Sambil bercerita Adit meyelipkan beberapa joke yang membuat peserta tertawa.

Setelah break makan siang, giliran Danny Septriadi yang memotivasi peserta. Danny mengutip beberapa pernyataan dari Kelly Swanson diantaranya :

Writing comedy doesn’t start with finding the funny in life. It starts with finding the truth in life. No joke will work if you jump to the funny without first uncovering the truth.
Kelly Swanson

Sesi keempat kembali diisi oleh Iwel Sastra. Pada sesi ini Iwel mengajak peserta untuk mengupas buku how to write jokes yang merupakan workbook series step by step to stand up comedy yang ditulis Greg Dean. Peserta praktek menulis jokes dan kemudian secara bergiliran menyampaikan materi yang ditulis.

Sabtu, 07 September 2013

Tertawa Itu Cerdas

Tertawa itu cerdas, itulah judul tulisan yang ditulis di halaman 11 Reader's Digest Indonesia edisi Januari 2005. Saya menemukan kembali majalah ini diantara tumpukan dokumentasi media cetak yang pernah memuat profil atau berita tentag saya. Dulu waktu masih awal-awal suka masuk koran, tabloid atau majalah, sangat rajin disimpan sebagai dokumentasi.

Ada kutipan yang saya sangat senang membacanya. Ini merupakan sebagai rekam jejak saya sebagai seorang stand up comedian.

Setelah berkali-kali gagal menawarkan konsep program acara stand-up comedy ke sejumlah televisi swasta, tanggal 6 Maret 2004 Iwel nekat menggelar sendiri pertunjukan stand-up comedy pertamanya di Gedung Kesenian Jakarta. Meski kapasitas tempat duduk terisi setengah, media massa menjulukinya stand-up comedian pertama di Indonesia. 

 "Saya akan terus berusaha sampai kapanpun agar stand-up comedy diterima masyarakat Indonesia."

Reader's Digest Indonesia edisi Januari 2005

Minggu, 01 September 2013

Kenangan Wayang Nakal

Tahun 1994 Gugun Gondrong melemparkan ide untuk membuat pertunjukan wayang nakal. Bentuknya adalah pertunjukan wayang orang dalam bahasa Indonesia yang disajikan secara renyah dan komedi. Saya menyambutkan hangat ide Gugun tersebut. 

Untuk mewujudkan gagasan tersebut kami berkunjung ke wayang orang Bharata di kawasan Senin Jakarta Pusat. Kami berkonsultasi mengenai gagasan kami tersebut. Ide Gugun ini disambut baik, bahkan kami diperbolehkan untuk meminjam beberapa kostum di sana.

Langkah selanjutnya kami merekrut pemain untuk memperkuat wayang nakal. Diantaranya Cornelia Aghata yang berperan sebagai dalang, DJ Maxx Don sebagai raksasa. Sejumlah cover boy dan cover girl majalah  remaja juga kami ajak. Saya kebagian peran sebagai Petruk, sedangkan Jeffry sebagai Gareng. Gugun bertindak sebagai sutradara.

Jeffry yang kemudian hari dikenal dengan nama Uje bertugas sebagai pelatih akting. Latar belakang Jeffry sebagai seorang aktor membuat dia memiliki pengetahuan lebih soal akting dibandingkan kami. Selain main saya juga bertugas untuk mengubah naskah yang ditulis oleh Gugun Gondrong menjadi naskah komedi yang mampu mengocok perut penonton.

Selama tahun 1994 - 1996 kami kebanjiran job untuk mementaskan wayang nakal di sejumlah tempat.

Kiri ke kanan: Iwel (Petruk), Didi Pakeka (Arjuna), Jeffry (Gareng)

Minggu, 25 Agustus 2013

Dibutuhkan: Acara Khusus Lawak Di Televisi

Saya menemukan klipingan lama tulisan saya yang dimuat media massa. Salah satunya tulisan yang berjudul "Dibutuhkan: Acara Khusus Lawak Di Televisi" yang dimuat tabloid Citra pada bulan Oktober 1992. Saat itu saya memprediksikan jika pelawak tidak meningkatkan kualitas lawakannya maka dunia lawak akan mati.

Dalam tulisan tersebut saya juga mengajak pelawak untuk belajar dari Lenong Rumpi yang saat itu sedang populer melalui RCTI. Saya menyebutkan lahirnya sejumlah televisi swasta yang berdampak mulai memudarnya TVRI menjadi salah satu penyebab sepinya dunia lawak Indonesia.

Kekuatiran ini kemudian terbukti, seiring dengan meredupnya TVRI, dunia lawak Indonesia pun ikut meredup. Ini disebabkan karena grup lawak kurang mendapatkan tempat di televisi swasta. Acara komedi di televisi swasta saat ini masih ada, namun agak sulit kita menemukan model lawakan yang pernah dirintis dan dipopulerkan oleh pelawak-pelawak terdahulu seperti Bing Slamet, S Bagyo, Ateng, dan lain-lain.

Model lawakan yang sekarang sering muncul ditelevisi adalah model lawakan yang lebih mengacu kepada pakem yang diciptakan oleh pelaku kreatif televisi. Seperti mencomot pelawak dari berbagai grup lawak yang ditemukan dalam sebuah program komedi. Digabungkan dengan artis-artis yang kemudian ikut melawak. Tidak ada yang salah dengan konsep ini. Namun tulisan yang saya tulis tahun 1992 ini jauh hari sudah mengingatkan bahwa era grup lawak akan berakhir. Saya pribadi tetap merindukan lahirnya grup-grup lawak baru dalam dunia hiburan Indonesia. 

Tabloid Citra, Oktober 1992

Jumat, 16 Agustus 2013

Mimpi Indonesia

Indonesia,  Aku Iwel yang selalu mencintaimu.
Hampir setiap hari aku bersamamu, sedih hatiku bila aku meninggalkanmu.
Kerinduan selalu muncul jika jauh darimu.
Indonesia, bukan hanya aku yang mengagumi tapi dunia pun tak berkedip memandangmu. Sosokmu yang elok dan rupawan, menggoda siapa saja untuk bisa memilikimu.
Esok engkau akan memasuki usia kemerdekaan yang ke 68 tahun.
Tanpa terasa 68 tahun sudah engkau berdiri untuk menata diri.
Apa sesungguhnya mimpimu Indonesiaku?
Aku hanya ingin mengingatkan kembali mimpi-mimpimu yang pernah engkau tulis, 
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Mari kita wujudkan bersama mimpimu Indonesiaku .., bersama kita bergandengan tangan memotivasi diri untuk action mewujudkan mimpi Indonesia.

Catatan : Mimpi Indonesia  ditulis Iwel Sastra dan dibacakan pada sesi Love Letter For Indonesia acara The Merry Riana Show - Radio Sonora Network - Jumat 16 Agustus 2013.

Selasa, 13 Agustus 2013

Dokumentasi Pribadi : Seputar Stand Up Comedy

Indo Pos, Kamis 27 Oktober 2005

Indo Pos, Selasa 1 November 2005
Kompas, Rabu 25 Februari 2004

Harian Merdeka Senin 8 Maret 2004

Minggu, 11 Agustus 2013

Menjadi Full Time Comedian

Sewaktu saya mengatakan bahwa pekerjaan saya semenjak tahun 1993 adalah full time comedian, seorang pria bertanya "apa yang mas Iwel kerjakan kalau lagi nggak suting?"

Selama ini dalam bayangan masyarakat jika seorang komedian tidak muncul di televisi berarti dia sedang menganggur. Pemahaman ini wajar saja karena banyak masyarakat yang belum paham mengenai profesi komedian serta ruang lingkup pekerjaannya.

Bagi yang sudah membaca buku motivaction: mimpi atau mati! pasti sudah tahu kalau saya merantau ke Jakarta tahun 1989 dengan tujuan ingin mengadu nasib menjadi pelawak. Karir profesional saya sebagai komedian baru terbuka tahun 1993 ketika saya menjadi penyiar radio DMC 1079FM. Saya sebut sebagai karir profesional karena pada tahun inilah saya mulai dibayar secara profesional sebagai seorang komedian.

Ruang lingkup pekerjaan seorang komedian hampir sama dengan artis lainnya secara garis besar terbagi dua yaitu on air dan off air. Menjadi penyiar radio, muncul di televisi, main film, main iklan bisa dikategorikan dalam ruang lingkup on air. Sedangkan ruang lingkup off air adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan panggung pertunjukan dan proses kreatif.

Penghasilan terbesar seorang komedian "seharusnya" lebih banyak bersumber dari off air. Honor yang diterima komedian dalam acara off air lebih besar dibandingkan honor ketika tampil di televisi. Muncul ditelevisi selain mendapatkan penghasilan juga berguna untuk mendongkrak popularitas. Dampak popularitas ini berpengaruh terhadap tarif komedian ketika menerima pekerjaan off air.

Menjawab pertanyaan pria tadi, apa yang saya lakukan ketika tidak muncul di televisi? Jawabannya adalah, sebagai full time comedian saya mengatur irama hidup saya seperti menjalankan sebuah perusahaan. Ada hari untuk bekerja ada hari untuk libur. Biasanya kalau tidak suting, saya memiliki jadwal off air untuk manggung. Disinilah seorang komedian harus kreatif menciptakan aneka produk. Saya sendiri selain menyediakan produk "stand up comedy" juga menyediakan produk pembawa acara, moderator dan public speaking coach. Saya juga membuat produk baru yang saya beri nama "stand up motivation" menggabungkan stand up comedy dan motivasi. 

Jika pada hari yang saya tetapkan untuk bekerja tidak ada jadwal suting dan tidak ada jadwal manggung, maka saya melakukan proses kreatif seperti menulis materi stand up comedy, menulis buku, menulis skenario, merancang program acara televisi, merancang proposal untuk sponsor,  merancang strategi karir saya baik yang sifatnya mingguan, bulanan, jangka panjang, bahkan saya mewajibkan diri saya menyediakan waktu untuk menonton video-video komedian terkenal sebagai bahan pembelajaran, membaca buku-buku terbaru seputar komedi dan latihan membawakan joke, latihan membawakan acara hingga latihan akting.

Dari proses kreatif yang saya lakukan telah menghasilkan ratusan naskah untuk acara televisi, dua buah buku motivasi yang hasilnya sudah saya nikmati berupa royalti yang diberikan penerbit. Tulisan saya juga pernah dimuat di sejumlah media massa. Kemampuan menulis ini masih bisa saya kembangkan untuk menulis skenario film bergenre komedi.

Dari semua kegiatan on air maupun off air tersebut semua memiliki benang merah yaitu komedi. Setiap produk yang saya hasilkan harus memiliki unsur komedi. Ketika orang belajar public speaking kepada saya, maka salah satu output-nya adalah bisa menjadi pembicara yang menyenangkan, memiliki sense of humor dan bisa menulis joke.

Bagi saya menjadi komedian bukan hanya sekedar profesi, ini merupakan bisnis yang harus saya kelola dengan baik seperti menjalakan sebuah perusahaan. Di Indonesia mayoritas komedian maupun artis - tentu tidak semuanya - semakin tua semakin kurang populer dan perlahan hilang. Berbeda dengan Amerika, disana kita bisa lihat komedian seperti Jerry Seinfeld, Adam Sandler, Steve Martin, Jay Leno, David Letterman semakin tua semakin laku dan semakin mempesona.   

Ini juga alasan saya menolak pinangan sejumlah partai politik untuk menjadi caleg. Dunia saya bukan di parlemen, dunia saya adalah dunia komedi. Masih banyak yang harus saya kerjakan dan selesaikan di dunia ini. Saya berharap walaupun  nanti saya sudah setua David Letterman, tapi saya bisa tetap eksis, laris dan memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial, politik dan budaya.

Kutipan Motivasi

Ini beberapa twit motivasi yang pernah saya posting melalui akun twitter @iwel_mc

Hidup memang keras tapi Tuhan menyediakan cara untuk melunakannya.

Mereka yang mencari pasti menemukan, minimal menemukan jawaban bahwa yang dicari tidak ketemu.


Mimpi itu boleh setinggi langit, namun seperti halnya celana, kadang perlu juga dipasin ukurannya

Mengejar mimpi seindah mengejar layangan. Kadang mudah didapat, kadang kedahuluan orang, kadang nyangkut dipohon.

Jangan pernah malu memulai kembali semua dari nol. Belajarlah dari petugas pom bensin yang tetap tersenyum walau harus mulai dari nol.