Jumat, 21 Juni 2013

Sejarah Lawak Tunggal Dan Stand Up Comedy Di Indonesia

Kadir pelawak senior jebolan Srimulat pernah bertanya kepada saya Wel, apa bedanya lawak dan stand up comedy? Kok saya nggak menemukan bedanya? Sama saja!
 
Ini pertanyaan yang seringkali saya terima. Saya rasa wajar jika pertanyaan ini muncul karena stand up comedy baru sekitar dua tahun ini populer di masyarakat Indonesia meskipun saya sudah mensosialisasikan sejak tahun 1998. Mungkin pertanyaan ini muncul karena masyarakat melihat penampilan beberapa stand up comedian di Indonesia tidak berbeda dengan penampilan pelawak.

Dalam buku MotivAction: Mimpi atau Mati! saya menyebutkan antara pelawak dan stand up comedian bisa dikatakan serupa tetapi tidak sama. Lawak merupakan akar komedi asli Indonesia yang dirintis oleh pelawak-pelawak terdahulu, sedangkan stand up comedy dapat dikatakan sebagai komedi impor
.
Sebelum kita melihat sejarah stand up comedy di Indonesia kita tengok sejenak sejarah stand up comedy dari negeri asalnya Amerika Serikat. Ada perbedaan pendapat mengenai kapan istilah stand up comedy mulai digunakan. Ada yang menyebut tahun 50-an ada juga yang mengatakan tahun 60-an.

Dalam tulisannya The History Of Comedy: The First Stand Up, komedian Jim Mendrinos menyebutkan istilah stand up comedy dikenalkan tahun 1966 mengacu pada the Oxford English Dictionary dan Webster’s Collegiate Dictionary. Andrea Shannon Prussing-Hollowell dari Georgia State University dalam makalahnya Standup Comedy as Artistic Expression: Lenny Bruce, the 1950s, and American Humor menyebutkan stand up comedy sudah dikenal sejak tahun 50-an. Hollowell menulis sejumlah nama yang bersinggungan dengan stand up comedy di 50-an seperti Jack Benny, Fred Allen, and Bob Hope.

Ternyata pada era yang sama dengan Jack Benny, Fred Allen dan Bob Hope, Di Jakarta (Indonesia) tahun 50-an mulai muncul pelawak tunggal. Tahun 1953 Bing Slamet berhasil menjadi juara lomba lawak tunggal. Ini menunjukan sudah mulai banyak pelawak-pelawak tunggal bermunculan sehingga tahun 1953 biasa diadakan lomba lawak tunggal. Trend lawak tunggal merambah ke kota lain. Tahun 1957 Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak menjadi  juara lomba lawak tunggal di Yogyakarta. Dari kota kembang Bandung muncul pelawak Us Us yang kemudian hari dijuluki sebagai Jerry Lewis Indonesia.

Entah kenapa sebabnya Bing Slamet tahun 1958 memutuskan meninggalkan lawak tunggal dengan membentuk grup lawak Trio Los Gilos bersama Mang Cepot dan Mang Udel. Duet Mang Cepot dan Mang Udel sudah dikenal sejak tahun 1951 lewat siaran humor mereka di RRI. Trio Los Gilos inilah yang bisa disebut sebagai akar lawakan modern di Indonesia. Kehadiran dan popularitas Los Gilos, memancing para pelawak tunggal seperti Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak membentuk grup lawak EBI. Akhir 50-an era pelawak tunggal mulai hilang digantikan era grup lawak trio yang bertahan hingga akhir tahun 60-an. 

Era grup lawak kwartet dimulai tahun 1967 dengan terbentuknya Kwartet Kita yang beranggotakan Eddy Sud, Bing Slamet, Ateng dan Iskak. Kwartet Kita berubah nama menjadi kwartet Jayakarta, kemudian lebih dikenal dengan nama Kwartet Jaya. Pada era ini bermunculan grup lawak yang beranggota empat orang seperti S Bagyo CS  yang beranggotakan S Bagyo, Darto Helm, Diran, Sol Soleh. Ada juga Surya Grup  dengan formasi Jalal, Herry Koko, Susi Sunaryo, Prapto. Serta grup lawak lainnya.
 
Selain nama-nama pelawak yang telah disebutkan sebelumnya, ada sebuah nama yang tidak bisa lepas dalam sejarah dunia lawak Indonesia yaitu Kris Biantoro. Kemampuannya memainkan lelucon membuat Kris Biantoro juga disebut-sebut sebagai pelawak tunggal generasi awal. Kris Biantoro sempat menjadi additional player grup lawak Kwartet Jaya menggantikan Bing Slamet yang beristirahat karena sakit hingga Bing Slamet wafat. Kemudian hari Kris Biantoro lebih banyak berkiprah sebagai penyanyi dan pembawa acara disamping main dalam sejumlah film. Kris Biantoro pula yang mengusulkan nama grup lawak Bagito kepada Mi’ing dan kawan-kawan yang berarti bagi roto (bagi rata).

Ada juga nama Benyamin S. Meskipun Benyamin lebih fokus menjadi penyanyi lagu-lagu betawi dan main film, kemampuan Benyamin sebagai pelawak tunggal tidak diragukan lagi. Benyamin memiliki warna sendiri. Hingga akhir hayatnya Benyamin tidak pernah tercatat bergabung secara permanen dengan sebuah grup lawak. Benyamin lebih suka menyebut dirinya sebagai pelawak lepas. Artinya dia bisa bermain dengan grup lawak manapun tanpa terikat. Benyamin mengeluarkan beberapa kaset lawak bersama Eddy Sud dan Srimulat.

Us Us dapat disebut sebagai pelawak yang cukup lama bertahan sebagai pelawak tunggal. Tahun 70-an Us Us pun akhirnya mengikuti jejak pelawak tunggal lain untuk membentuk grup lawak. Us Us mendirikan grup lawak D’Bodors bersama Sup Yusup dan Rudi Djamil. Formasi grup ini berubah pada tahun 1983 ketika posisi Sup Yusup dan Rudi Djamil digantikan oleh Yan Asmi dan Kusye.

Era 70-an trend lawak tunggal kembali dihidupkan dengan munculnya berbagai lomba lawak tunggal. Lomba ini memunculkan nama Otong Lenon dan Memet Mini. Tahun 80-an lomba lawak tunggal juga sering diadakan. Nama-nama yang muncul di era ini seperti Komar, Atet Zakaria, Ali Nurdin, dan Otong Lalo. 

Menurut saya lomba lawak tunggal pada masa ini, oleh pelawak sering dijadikan sebagai ajang untuk mencari teman untuk membentuk grup lawak. Juara-juara lomba lawak tunggal era 70-an dan 80-an pada akhirnya banyak membentuk grup lawak. Memet Mini sempat membentuk grup lawak Billy bersama Atet Zakaria dan Jack John. Komar bersama Ogut, Kimung dan Firman membentuk Tom Tam grup. Ali Nurdin bergabung dengan Doyok Grup. Otong Lalo membentuk grup lawak Jali-Jali bersama Yanto Stuck On You, Cacan dan Bonang. Otong Lenon sempat membentuk Trio Semekot. Tiga orang personil grup lawak Sersan Prambors adalah alumni lomba lawak tunggal yaitu Pepeng, Khrisna Purwana dan Nana Krip.

Saya menilai pelawak-pelawak tunggal yang kemudian harus membuat grup di era itu karena kurangnya ruang bagi pelawak tunggal untuk tampil. Slot lawak yang disediakan oleh TVRI lebih ditujukan untuk grup lawak. Acara-acara panggung juga lebih membuka kesempatan kepada grup lawak. Disamping itu kebiasaan penonton yang sudah terbiasa melihat acara komedi ditampilkan secara berkelompok. Seperti ludruk, ketoprak, lenong dan Srimulat yang dimainkan oleh sekumpulan pemain.

Saya sendiri juga terjebak bertahun-tahun pada kondisi ini. Ketika merantau ke Jakarta tahun 1989 target pertama saya adalah membentuk grup lawak. Kondisi ini saya jalani bertahun-tahun. Dari tahun 1989 hingga tahun 1997 waktu saya habis hanya untuk membentuk grup lawak. Bukanlah pekerjaan mudah untuk menemukan pelawak lain yang memiliki visi dan misi yang sama dalam membentuk sebuah grup lawak.

Tahun 1997 Setelah menonton film dokumenter tentang Bob Hope dan menyaksikan sitkom Seinfeld, saya memutuskan untuk bersolo karir sebagai pelawak tunggal. Dalam buku Motivaction: Mimpi atau Mati! saya menulis tahun 1998 rekan saya Diaz Hendropriyono yang sekolah di Amerika yang memperkenalkan istilah stand up comedy kepada saya. Sejak tahun 1998 itulah secara resmi di kartu nama saya tulis profesi: stand up comedian.

Memperkenalkan stand up comedy pada saat itu bukanlah perkara yang mudah. Hingga akhirnya tahun 2004 saya mempunyai ide untuk membuat pementasan stand up comedy pertama di Indonesia. Tujuannya agar bisa diliput oleh media massa, sehingga masyarakat lebih paham mengenai stand up comedy. 6 Maret 2004 saya dengan modal nekat dan tekad saya melakukan pementasan stand up comedy di Gedung Kesenian Jakarta. Pementasan inilah yang kemudian menghantarkan saya untuk melakukan stand up comedy di sejumlah tv nasional seperti acara Jayuz Pliss Dong Ah TV7 (sekarang Trans7) dan Bincang Bintang RCTI.

Disisi lain, Ramon Papana pemilik comedy café juga aktif mempopulerkan stand up comedy dengan membuka workshop mengenai stand up comedy serta rutin mengadakan open mic di comedy café. Kami pun sering berbincang mengenai perkembangan stand up comedy di Indonesia. Kemudian muncul ide untuk merekam penampilan saya melakuan stand up comedy di comedy cafe bersama beberapa stand up comedian pemula lainnya melakukan open mic untuk di upload di youtube.  Kamis 21 Oktober 2010 saya melakukan open mic di comedy cafe. Penampilan singkat ini direkam dan di upload di youtube.

Setahun setelah itu, Ramon membuka kesempatan kepada stand up comedian pemula untuk melakukan open mic di comedy cafe. Twitter yang saat itu mulai tren membuat informasi mengenai open mic ini cepat tersebar.  Pertengahan tahun 2011 mulai banyak stand up comedian yang melakukan open mic di comedy cafe. Ramon pula yang mencetuskan ide untuk merekam sejumlah penampilan stand up comedian dalam open mic di comedy cafe untuk di unggah di youtube. Ini memberikan dampak positif dalam perkembangan stand up comedy di tanah air.

Pandji Pragiwaksono yang sebelum dikenal sebagai presenter dan Raditya Dika yang dikenal sebagai penulis buku juga ikut menekuni stand up comedy secara serius. Open mic yang mereka lakukan di comedy café 13 Juli 2011 diunggah ke youtube dan mendapatkan respon yang sangat luar biasa karena Pandji dan Raditya Dika memiliki banyak follower di twitter. Momentum ini dibaca oleh Metro TV dan Kompas TV dengan membuat program stand up comedy. Nama Pandji dan Raditya Dika semakin dikenal sebagai stand up comedian setelah Kompas TV memberi kesempatan kepada mereka berdua menjadi pembawa acara kompetisi stand up comedy Indonesia. Komunitas-komunitas stand up comedy pun bermunculan di seluruh penjuru nusantara.

Menjawab pertanyaan diawal tulisan, apa bedanya stand up comedy dengan lawak tunggal? Secara format tidak ada bedanya. Sama-sama dimainkan oleh satu orang. Bedanya, melawak itu bisa lebih bebas, tidak terpaku dalam sebuah pakem. Materi yang dibicarakan bentuknya bebas asalkan lucu. Boleh cerita fiksi yang berpanjang-panjang. Misalnya pelawak menceritakan tentang pengalaman menolong bapaknya yang kecebur sumur. Cerita itu fiksi semata, kemudian dalam menceritakannya disertai dengan bumbu-bumbu lucu supaya seru. Itulah lawak.

Sedangkan stand up comedy memiliki berbagai pakem yang telah disepakati. Seperti adanya set up dan punchline. Set up yang nggak boleh bertele-tele. Jika set up terlalu panjang maka kemudian akan dikategorikan sebagai story telling. Topik yang dibicarakan dalam stand up comedy adalah nyata bukan fiksi. Bukan berarti nggak boleh membicarakan tokoh fiksi. Seorang stand up comedian harus memiliki point of view terhadap sebuah hal yang terjadi. Misalnya seorang stand up comedian akan membicarakan tentang film Superman (Man of Steel)

“Saya kalau kecopetan nggak bakalan mau ditolong sama superman” (set up)
“Isi dompet nggak seberapa, nanti gedung hancur bisa sepuluh” (punchline)

Stand up comedian yang menjadikan headline atau berita surat kabar sebagai set up maka dia disebut memiliki gaya topical seperti Jay Leno. Jika dia menjadikan pengamatan sehari-hari sebagai set up maka dia disebut bergaya observational seperti Jerry Seinfeld.  Stand up comedian yang suka menirukan gaya bicara dan gerak tubuh  tokoh terkenal atau selebriti maka dia disebut bergaya impressionist, seperti yang sering dilakukan Jimmy Fallon.


Iwel Sastra bersama pemilik Comedy Cafe Ramon Papana
Iwel Sastra
Komedian & Pakar Motivasi
follow @iwelsastra19

Minggu, 16 Juni 2013

Belajar Dari Stand Up Comedy Festival 2013

Minggu 16 Juni 2013 saya menyempatkan hadir untuk menonton Stand Up Comedy Festival 2013 yang diselenggarakan oleh @standupmetrotv dan @standupindo. Suatu kehormatan saya bisa duduk menyaksikan acara ini dari kursi VIP bersama ribuan penonton yang memadati Hall Basket Senayan tempat acara dilangsungkan. Berhubung saya datang ke acara malam, saya hanya bisa menyaksikan penampilan 14 comic yang malam itu ditutup dengan penampilan Pandji Pragiwaksono. 

Niat utama saya menyaksikan acara ini selain untuk mendapatkan hiburan adalah untuk belajar. Bagi seorang comic belajar itu tak pernah berhenti, harus terus mau belajar. Malam itu saya khusus mempelajari karakter penonton stand up comedy di Indonesia. Materi-materi seperti apakah yang bisa bikin pecah dan membuat penonton gemuruh. Gaya delivery comic seperti apakah yang mudah untuk membuat penonton tertawa.

Ada beberapa comic yang menurut saya memiliki materi yang bagus, bahkan dari set up-nya saja sudah terlihat cerdas namun terkadang tak bisa nyambung dengan penonton sehingga terkesan nggak lucu. Padahal menurut saya materi tersebut lucu. Ada comic yang pernah memainkan materi di tempat lain - saya pernah nonton dan saat itu pecah habis - namun ketika dimainkan malam itu hanya retak.

Salah seorang rekan comic yang malam itu ikut main sempat ngobrol dengan saya. Rekan ini merasa penampilannya malam itu kurang pecah. Kami pun berdiskusi, apa yang bisa dilakukan dimasa mendatang supaya bisa pecah seperti comic lainnya. Saya mengatakan sejujurnya kepada rekan tersebut bahwa materinya bagus. Hanya saja "kelengahannya" adalah dia tidak berusaha nyambung dengan comic-comic yang main sebelumnya. 

Saya pun kemudian membagi pengalaman saya kepada rekan comic tersebut yang saya rangkum menjadi beberapa poin berikut ini:

1. Beberapa comic yang main sebelum dia memiliki karakter dan gaya delivery yang sama. Tiba-tiba rekan comic ini masuk dengan gaya yang lain. Maka penonton butuh waktu untuk "adjust / adapt". Ini nggak mudah dan butuh waktu.

2. Dalam suatu acara saya pernah sepanggung dengan Mongol. Saya tampil setelah Mongol. Saya sangat memahami karakter dan materi Mongol. Hal yang saya lakukan adalah kemudian saya menyiapkan beberapa materi yang berhubungan dengan seks. Saya memainkan "bit" awal yang tidak terlalu "jomplang" dengan gaya dan materi Mongol. Setelah itu saya melakukan "fade in" ke gaya observational dengan "cool delivery" yang telah menjadi ciri khas saya. Saya pun pecah berkeping-keping.

3. Ketika saya jadi tamu sebuah acara talk show di sebuah televisi swasta, saya di todong oleh host-nya melakukan stand up comedy selama 2 menit. Durasi yang sangat singkat untuk melakukan stand up comedy. Saya lihat penontonnya kebanyakan "kaum alay". Maka saya pun menurunkan sedikit ego saya dengan memainkan bit  "yang penting gerrr"

4. Hal yang menarik adalah, untuk penampilan di Stand Up Comedy Metro TV saya mempertahankan gaya saya 100%. Saya tidak terpengaruh dengan kritikan tim produksi yang mengatakan saya tidak seheboh comic yang lain. Saya tidak terpengaruh sama penonton di studio yang terkadang hanya tertawa ala kadarnya. Kenapa demikian? Saya menjadikan Stand Up Comedy Metro TV sebagai etalase. Saya tidak akan terpengaruh dengan comic yang tampil sebelum atau sesudah saya. Penonton di studio adalah penunjang show di studio. Target market saya justru berada diluar yang berada diantara penonton di rumah. Makanya tak heran saya lebih banyak diundang oleh perusahaan-perusahaan dibanding melakukan open mic di cafe-cafe.

Itulah jurus-jurus yang saya "sharing" kepada rekan comic yang bisa juga digunakan oleh comic lainnya. Seorang comic harus memiliki "diferensiasi dan persona" tapi jangan lupa untuk pintar membaca penonton dan lentur dengan keadaan.

Sebagai stand up comedian yang ikut mensosialisasikan dan mempopulerkan stand up comedy semenjak tahun 1998 saya sangat senang dan terharu menyaksikan Stand Up Comedy Festival 2013 yang berjalan dengan sukses.

*pecah = istilah yang digunakan stand up comedian Indonesia yang berarti berhasil bikin "ngakak penonton"

Kisah Tiga Sekawan, Iwel, Uje Dan Gugun

Tenkup - Kepergian Uje membuat semua orang yang kagum padanya geger. Tak terkecuali sahabat karibnya, Iwel Sastra. Bersama Gugun ‘Gondrong,’ mereka bertiga mengukir kisah. Pahit manis kehidupan telah dirasakan tiga sekawan ini.
Azan Shubuh belum berkumandang. Iwel masih lena dalam keheningan pagi. Sesaat setelahnya, Blackberry Messenggernya (BBM) mulai dipenuhi Broadcast tentang berita meninggalnya Uje. “Semula saya berharap itu hanya "Hoax." Tapi kemudian saya sangat sedih setelah mengetahui bahwa berita itu benar,” tulis Iwel pada Squadpost melalui wawancara via surat elektronik.

Keheningan pagi Iwel runtuh seketika. Maut datang begitu tiba-tiba. Ia sangat menyesali tak sempat bertandang ke kediaman Uje setelah menerima pesan Uje yang mengabarkan bahwa ia tidak lagi menggunakan BBM dan nomor telepon genggam yang ia gunakan saat itu. “Sebenarnya saya berkeinginan untuk berkunjung ke rumahnya.  Tapi entah kenapa keinginan itu tidak saya wujudkan saat itu,” sesal Iwel.

Kedekatan Iwel dengan Uje bemula di Musro Hotel Borobudur Jakarta pada 1993. Saat itu Iwel dan Gugun menjadi MC dalam acara Model Afternoon. Wajah Uje rupanya tidak asing bagi Iwel. Saat itu, Iwel sempat beberapa kali menonton Uje main sinetron di TVRI.

Gugun yang lebih dulu mengenal Iwel, memperkenalkannya pada Uje. Dari situ, ketiganya mulai menjadi tiga kawan perjuangan. Gugun langsung memboyong Uje dan Iwel ke rumahnya.

Maka rumah Gugun yang terletak di kawasan Mampang Prapatan pun menjadi markas mereka. “Uje jadi sering menginap, bahkan pernah berbulan-bulan tinggal sama kami dan tidak pulang ke rumah,” kenang Iwel. Sementara Iwel sudah lebih dulu mukim di rumah Gugun sedari 1993.

Kekerabatan tiga lajang ini semakin menjadi-jadi. Setiap waktu mereka selalu bersama. Makan, main, hingga tidur pun bertiga. “Pertemanan kami saat itu benar-benar sudah seperti saudara,” cerita Iwel. Antara Iwel dan Uje, keduanya termasuk memiliki hubungan yang cukup hangat. Lain hal antara Gugun dan Uje. Keduanya kerap berselisih kecil. “Biasanya karena masalah perempuan. Sering kali cewek yang ditaksir Gugun malah naksir Uje,” tulis Iwel.

Mimpi yang Terwujud
Ketiganya memiliki mimpi yang sama besar. Bersama menjadi orang yang berkecimpung dalam dunia hiburan. Gugun bercita-cita menjadi seorang pembawa acara, Iwel ingin menjadi pelawak terkenal, sedang Uje menggantang mimpi menjadi aktor kawakan dan penyanyi. Berangkat dari mimpi-mimpi yang dibangun itu, mereka mulai meniti beberapa kesempatan dari tempat-tempat bermain.

Saat malam tiba, dugem (dunia gemerlap) adalah pilihan menarik bagi mereka untuk menghabiskan waktu. Hampir semua tempat dugem di Jakarta mereka masuki bertiga. Setiap malam, sepanjang malam. Tempat dugem jugalah yang menjadi gerbang pertama ketiga karib ini memasuki panggung hiburan. “Kami sebenarnya bukan hanya sekadar cari hiburan saja di tempat tersebut, tapi sekalian cari pekerjaan untuk jadi MC (master of ceremony). Jadilah saya dan Gugun sering jadi MC di tempat-tempat tersebut. Saat itu Radio DMC ada acara unggulan namanya DMC Discotheque dibawakan oleh DJ-Dj top saat itu. Kami kenal dengan banyak DJ, makanya akses bergaul malam kami sangat terbuka lebar,” kenang Iwel.

Masuknya mereka dalam dunia gemerlap ternyata memiliki konsekuensi tersendiri. Ketiganya memiliki kesepakatan, “hanya boleh mabuk minuman tapi tidak mabuk narkoba.” Mengingat pergaulan mereka saat itu membuka kesempatan lebar untuk mendapatkan barang-barang haram. “Kami bertiga pernah nyobain ganja dan ketika inex belum tren, kami bertiga udah nyobain duluan. Kesepakatan pada saat itu sekadar mencoba,” tulis Iwel.

Sayang, saat itu Uje melanggar sendiri perjanjian yang telah disepakati tiga sekawan ini. Uje terjun bebas dalam dunia narkoba. Ia menjadi asosial dengan teman-temannya, terutama Iwel dan Gugun. Uje mulai jarang menginap di rumah Gugun lagi. Tepat pada 1998, Iwel dan Gugun kehilangan kontak dengan Uje. “Pernah saya datangi ke rumah orangtuanya di kawasan Pangeran Jayakarta tapi tidak pernah bertemu,” cerita Iwel.

Uje Kembali
Sekian lama menghilang, tiba-tiba Uje menelepon Iwel untuk mengajak kopi darat. Iwel yang mengira Uje masih suka dugem, memilih salah satu sebuah klub di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, sebagai tempat bertemu. Ternyata, Uje merasa risih dengan keramaian. Saat itu Uje mengatakan pada Iwel bahwa ia ingin sembuh dari ketergantungan obat-obatan. Sebagai teman, Iwel sangat senang mendengar niat Uje. “Sampai akhirnya saya menyarankan Uje untuk minta doa ibunya, agar dia bisa sembuh dari ketergantungan narkoba,” tulis Iwel. Setelah pertemuan itu, hubungan Iwel dan Uje merenggang lagi. Uje kembali raib entah ke mana.

Beberapa lama setelah itu, Uje kembali datang ke rumah Gugun. Namun kali ini dengan tampilan berbeda. Hidupnya telah berbalik 180 derajat. Tanpa alasan yang tak pernah didengar Iwel sebelumnya. Ia datang dengan mengenakan pakaian ghamis dan sudah berjenggot. Malah Uje menceramahi Iwel untuk bertobat. “Hal yang membuat saya bangga pada Uje adalah ketika saya pertama kali melihatnya menjadi khatib shalat Jumat. Uje bisa lepas dari ketergantungannya dan memilih dakwah sebagai jalan hidup,” kenang Iwel.

Ternyata, berkecimpungnya Uje di dunia dakwah bukan sekadar angin lalu. Ia mulai serius menyelami agama Islam. Kedekatan Iwel dan Uje selama lima tahun, membuat keduanya saling memahami. Perubahan yang ditunjukkan Uje benar-benar membuat Iwel pangling.

Saat dakwah pertama yang dijalankan Uje, Iwel masih sering menyambangi pengajiannya. Keduanya saling berbagi cerita dan saran. “Beberapa kali saya ke rumah Uje yang saat itu masih tinggal bersama ibunya. Kami pun sering diskusi mengenai strategi dakwah,” tulis Iwel. Namun, setelah Uje masuk dalam dunia pertelevisian, keduanya kembali berpisah jalan.

Namun, insting sebagai sahabat dan saudara sudah mendarah daging di antara mereka. Kemana pun kaki mereka melangkah, selalu saja ada alasan untuk saling mengingat. Iwel dan Uje kembali bertemu. Kali ini tidak sama sekali direncanakan. Agustus 2012 lalu, Uje dan Iwel bertatap muka secara tidak sengaja di kafe sebuah pusat perbelanjaan. “Ketika saya sedang menulis naskah buku di sebuah kafe di sebuah pusat perbelanjaan, Uje melintas dengan istrinya. Dia menghampiri saya. Saya tidak menduga Uje kemudian duduk dan mengajak saya berbincang,” kenang Iwel. Istri Uje, Pipik, duduk tak jauh dari mereka berdua. Uje dan Iwel berbincang banyak satu sama lain. Mulai dari kondisi Gugun yang saat itu sedang mengalami kondisi sakit parah, perkembangan karir Iwel sebagai komedian, sampai dengan pembubaran Uje Center yang baru dilakukan Uje.

Di luar dugaan, Uje sempat bertanya pada Iwel, bagaimana kalau seandainya ia berhenti ceramah. Sebagai sahabat yang cukup dekat, tentu Iwel memberikan saran terbaik. “Saya bilang jangan berhenti total, kalau dikurangi nggak apa demi kesehatan tubuh dan waktu untuk keluarga,” cerita Iwel.

Iwel yang sedang dalam proses pengerjaan bukunya berkali-kali menghubungi Uje untuk sekadar bercerita. Karena rencananya cerita tiga sekawan itu akan hadir dalam buku yang digarap Iwel ini.

“Kemudian Kamis Malam pukul 21.56 saya ngetwit:
1. Buku #MotivAction ada kisah nyata 3 sahabat yang setiap malam dugem terus. Sampai akhirnya salah satu dari mrk terkena narkoba.
2. Setelah yg kena narkoba ini sembuh, mendadak menjadi ustadz dan mulai bergabung dengan ormas Islam garis keras #MotivAction
3. Sentuhan "Personal Branding" temannya, membuat ustadz urung jadi ustadz garis keras. Malah kemudian ngetop sbg ustdz gaul #MotivAction
4. Cuplikan Sub Bab: kisah 3 sahabat yg sama-sama mengejar mimpi, akhirnya sama-sama terkenal dalam dunia yg berbeda #MotivAction,” tulis Iwel.

Sayang, Uje lebih dulu dipanggil Sang Pencipta. Iwel dan Gugun kehilangan karib terbaiknya. Sahabat susah, senang dan sedih. Ustadz gaul yang dirindukan umat Islam Indonesia itu, kini telah pergi. Selamanya.

Ditulis oleh : Muchlis Monday, 29 April 2013 16:33:00
Sumber : http://tenkup.com
Link asli : http://www.tenkup.com/peristiwa/5105-kisah-tiga-sekawan-iwel-uje-dan-gugun.html

Senin, 10 Juni 2013

Komentar Pembaca Buku MotivAction: Mimpi atau Mati!

Om Iwel umur aku baru 15 tahun, aku baca buku "mimpi atau mati" setelah aku baca buku itu aku tergerak untuk berubah menjadi lebih baik dan berusaha melakukan hal kecil untuk orang banyak. Makasih banyak om atas motivation + actionnya :)

Sekar Ayu Fadillah via @Sekaraaayuu

Gak tau mau ge-er atau harus waspada abis baca MotivAction. Soalnya selama membaca, sebagian seperti baca diary sendiri. Seperti ada flashback-flashback. Ada yang akhirnya saya pahami ternyata ada benang merahnya tiap moment-moment yang sudah terlewati.

Viluven via @viluven

Assalamu'alaikum wr.wb. salam kenal kang, saya rahmat taufik hidayat dalang wayang dakwah dari bandung, saya sedang membaca buku akang motivaction mimpi atau mati, materinya luar biasa sekali, mudah-mudahan kedepan kita bisa bekerja sama, terima kasih.

Taufik Hidayat via SMS

Ass, wrwb, Mas Iwel, Saya Edi, barusan selesai baca buku mas, terus langsung sms di nomor ini.. Saya yakin mas Iwel menyembunyikan ilmu dan kemampuannya sehingga hanya satu buku ini yang ditulis, minta kasih tahu mas dimana saya bisa membaca buku lain mas Iwel? Salam kenal

Edi, pengusaha interior dan furniture via SMS

Assalamualaikum Uda Iwel,
Buku Dakwah anda luar biasa. Semoga berkah dan rahmat Allah SWT selalu bersama Anda dan keluarga. Amin.

Sandra Nahdar via SMS

 Kita hanya punya formula-formula untuk menjemput rezeki. Namun, tetap saja rezeki adalah sebuah misteri (Bab 5 Buku MotivAction: Mimpi atau Mati)
                                                                                           
Liana Hutasoit via @LianaHutasoit

Kalimat cerdas #ProvokasiBahagia dari buku tercerdas #MotivAction nya @iwel_mc

Guyu Tainer via @cakaep

Aku sudah punya and baca bukunya. Bukunya mas @iwel_mc emg keren abis loh. So inspiring :)

Caroline Adenan via @oline_BMI

Sumpah om ini buku keren inspiring abis. Ga nyangka "jefry" itu uje pas balik next page.

Maria Siena via @m_siena_y