Selasa, 31 Maret 2015

Tips Public Speaking : 3 Hal Yang Harus Dikuasai Pembicara

Secara mendasar ada tiga hal yang sebaiknya dikuasai oleh pembicara atau trainer ketika tampil dihadapan audience. Ketiga hal tersebut adalah :

1. Kuasai ruangan. Ini bukan berarti Anda menguasai ruangan dalam arti harus memiliki ruangan tersebut, he he he. Kuasai ruangan artinya Anda sangat paham dengan situasi diruangan tersebut. Seperti posisi panggung, kualitas pengeras suara, posisi duduk audience. Termasuk Anda sebaiknya mengetahui ruangan tersebut nyaman atau tidak. Bisa jadi AC ruangan tersebut tidak memadai sehingga banyak audience yang mulai gelisah karena kegerahan atau sebaliknya AC di ruangan tersebut terlalu dingin yang membuat frekuensi kebelet pipis audience meningkat. Anda akan kesulitan mengambil perhatian audience yang gelisah meskipun materi dan cara penyajian Anda sangat menarik.

2. Kuasa materi. Ini bagian yang sangat penting karena ketika Anda menjadi pembicara atau trainer yang dinantikan oleh audience Anda adalah materi yang akan disampaikan. Menguasai materi bukan hanya mengenai isi materi namun juga cara penyajian dan penyampaiannya. Pengusaan materi ini membuat Anda terlihat seperti ahli yang tentu saja bisa meyakinkan dan mempesona audience. Istilahnya MTP, materi tebar pesona, wk wk wk.

3. Kuasai audience. Begitu Anda sudah menguasai ruangan dan menguasai materi maka Anda akan mudah menguasai audience. Mereka akan menikmati kata demi kata yang keluar dari mulut Anda. Bahkan mereka merasa rugi berpaling walau hanya sedetik saja karena takut kehilangan poin-poin penting. Mereka menahan diri untuk menoleh ke gadget mereka walaupun ada pesan mesra dari pasangannya, hi hi hi. Namun jika audience lebih sering menoleh ke gadget mereka daripada memperhatikan Anda berarti sebagai pembicara atau trainer Anda telah gagal menguasai audience.

Iwel Sastra
Stand Up Motivator No1 Indonesia - Professional Corporate Trainer - Pelopor Stand Up Comedy Indonesia

Senin, 30 Maret 2015

Menjadi Bos Yang Menyenangkan

Melalui akun twitternya, rekan saya Prasetya M Brata yang dikenal sebagai meta coach dan penulis buku Provokasi menulis, NLP mengajarkan ‘scramble technique’. Ini adalah teknik ketika ada seorang bawahan sedang dimarahi bos, untuk menghilangkan rasa bete maka ia membuat wajah dan suara bosnya seperti badut sehingga terlihat lucu. Menurut Prasetya, mengubah wajah atasan menjadi seperti badut dan suaranya menjadi seperti Donald Bebek, agar kita tidak bete pada atasan yang sedang marah itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab.

Saya setuju dengan pernyataan Prasetya. Namun sebagai atasan Anda juga harus menutup celah agar tidak mendapat perlakuan demikian dari anak buah. Anda merasa sudah seperti Donald Trump tapi di mata anak buah, Anda seperti Donald Bebek. Ini menunjukan, meskipun berhadapan dan saling bertatap muka tetapi sesungguhnya wibawa Anda sebagai atasan sudah hilang di hadapan anak buah. Bawahan menghadap Anda lebih karena keterpaksaan dan tidak memiliki pilihan lain disebabkan hierarki posisi mengharuskan dia mematuhi panggilan Anda. Kalau menurut ahli fashion atasan dan bawahan ini saling melengkapi. Pakai atasan tapi tidak pakai bawahan maka Anda akan menjadi pusat perhatian di keramaian, he he he.

Tidak ada salahnya Anda mulai berpikir untuk menjadi bos yang menyenangkan. Menjadi bos yang menyenangkan akan memberikan keuntungan buat Anda pribadi, bawahan dan perusahaan. Menjadi bos yang menyenangkan sama sekali bukan hal sulit. Kita hanya perlu mengetahui dan memahami hal yang ditakuti oleh bawahan terhadap atasannya. Secara garis besar ada dua hal yang ditakuti bawahan terhadap atasan, yaitu tugas yang diberikan dan respon terhadap tugas yang dikerjakan.

Berdasarkan dua hal ini, saya berikan tips sederhana tapi memiliki kekuatan besar yang bisa menjadikan Anda bos yang menyenangkan.

Pertama, memberikan tugas dengan pengertian. Kata ‘pengertian’ sering kita dengar sebagai syarat keharmonisan sebuah hubungan. Dalam konteks hubungan antara atasan dengan bawahan, pengertian ditampakkan saat seorang atasan memberi tugas pada bawahan. Pengertian disini bukan berarti atasan membatasi diri dalam memberikan tugas pada bawahan. Memberikan tugas dengan pengertian memiliki makna, ketika sebuah tugas yang diberikan berat maka saat memberikan tugas itu Anda sebagai atasan memperlihatkan empati. Hal ini menunjukkan pada bawahan bahwa Anda sebagai atasan juga memahami tugas yang diberikan memang berat. Saat memberikan tugas yang berat itu posisikanlah diri Anda sebagai bawahan.

Seringkali seorang atasan justru bersikap sebaliknya. Memberikan tugas yang berat tanpa beban. Seolah-olah bahwa bebannya sebagai atasan telah berpindah pada bawahannya sehingga selanjutnya bawahanlah yang harus memikirkan cara menanggung beban tugas tersebut. Dengan menunjukan pengertian dan rasa empati maka bawahan yang menerima tugas akan merasa tidak sendiri sehingga beban yang dipikulnya terasa ringan. Ini tentu menjadi semacam kekuatan baginya untuk bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan baik.

Kedua, memberikan penilaian dengan energi positif Seringkali ketika memberikan penilaian terhadap kinerja bawahan, seorang atasan mengenyampingkan hal-hal positif yang ada pada bawahannya. Hal ini tentu menimbulkan rasa tidak puas bawahan terhadap atasan. Bawahan merasa diperlakukan tidak adil karena yang dilihat hanya kekurangannya saja. Memberikan penilaian dengan energi positif terletak pada cara Anda memilih kalimat. Anda bisa saja sedang mengkritik bawahan tetapi menggunakan kalimat bermakna positif yang sifatnya ‘encouragement’.

Contoh kalimat yang memberikan penilaian dengan energi positif adalah, “sayang sekali kalau kamu hanya mencapai target seperti ini padahal kamu pintar” atau “kamu terlalu cepat menyerah sehingga pekerjaanmu tidak maksimal, padahal saya tahu kamu punya kekuatan yang luar biasa untuk tetap semangat mencapai hasil yang luar biasa.” Dengan memberikan energi positif, bawahan akan lebih mudah menerima kesalahannya karena ia merasa bahwa di mata atasannya sebenarnya dia memiliki kemampuan untuk bisa menghindari kesalahan-kesalahan tersebut.

Ketiga, memberikan apresiasi dengan tulus. Meskipun hasil yang dicapai bawahan dalam mengerjakan tugas yang Anda berikan belum memuaskan, namun tidak ada salahnya Anda memberikan apresiasi terhadap usaha yang telah dilakukan. Apresiasi ini tidak harus dalam bentuk reward berupa hadiah atau kenaikan gaji karena bawahan memang belum layak mendapatkannya. Apresiasi ini bisa dalam bentuk ucapan seperti “saya senang kamu sudah mengerjakan” atau “saya sangat menghargai dan berterima kasih jika kamu mau memperbaiki laporan ini.”

Menjadi bos yang tegas tidak harus selalu galak. Menjadi bos yang tegas dan berwibawa di depan anak buah bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Apabila Anda bisa tampil sebagai bos yang menyenangkan maka dampak positif yang bisa dirasakan adalah:

1.  Bawahan selalu dengan senang hati bertemu dengan bos. 

Bagi mereka dipanggil bos bukanlah sebuah beban atau hal yang menakutkan melainkan sebuah hal yang menyenangkan bahkan ditunggu-tunggu. Bawahan merasa bahwa setiap kali bertemu dengan bos mereka selalu mendapatkan hal yang baru. Bawahan menyadari bahwa untuk bisa menjadi seorang karyawan yang baik harus terus memperbaiki diri dan mau mendengarkan arahan yang diberikan atasan. Mereka akan menyimak kata demi kata yang disampaikan atasan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian pesan dan keinginan atasan terhadap tugas yang diberikan dapat ditangkap dengan baik sehingga akan menghasilkan hasil yang baik.

2.  Bawahan mengerjakan tugasnya dengan gembira

Tugas-tugas yang diberikan oleh bos akan segera dikerjakan oleh bawahan dengan gembira. Mereka yakin apapun hasil yang mereka berikan, atasan pasti memberi apresiasi terhadap tugas yang telah dilaksanakan. Mereka merasa menjadi bagian dari tim yang turut memiliki peran penting dalam pencapaian target perusahaan. Mereka memberikan kemampuan terbaik yang dimiliki. Selain itu bekerja dengan gembira akan melahirkan energi positif yang mendorong lahirnya ide dan gagasan cemerlang. 

Lebih dari semua itu, bawahan akan menceritakan bosnya yang baik kepada rekan kerja, kepada rekan pergaulan, kepada keluarga atau kepada saja yang membuat dia merasa bangga untuk menceritakan tentang bosnya yang baik. Semakin sering orang lain menceritakan hal yang baik tentang kita maka energi positif akan terus mengalir kepada diri kita sehingga kita akan menjadi pribadi yang menyenangkan. Kebaikan kita pun selalu dikenang meskipun nanti kita telah tiada. Seperti pepatah mengatakan harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Sebaik-baiknya nama tentulah nama baik.

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Luar Biasa edisi November 2014

Minggu, 08 Maret 2015

Anti Personal Branding

Kafi Kurnia punya istilah Anti Marketing. Tulisan Anti Personal Branding terinspirasi dengan meme yang mengolok-ngolok Haji Lulung pada awal Maret 2015 pasca gagalnya mediasi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan anggota DPRD. Sudut pandang saya agak berbeda dengan pakar brand lainnya. Saya menilai meme yang beredar mengenai Haji Lulung malah memberikan dampak positif pada Haji Lulung. Sekurangnya ada 2 hal dampak positif tersebut.

1. Memperkuat positioning Haji Lulung sebagai orang yang ditakuti. Sebelum menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, Haji Lulung sudah dikenal sebagai penguasa Tanah Abang. Meme yang beredar justru sebagai bentuk pengakuan bahwa Haji Lulung pantas menjadi penguasa Tanah Abang.

2. Meme di beberapa media sosial dan trending topik di twitter #SaveHajiLulung membuat Haji Lulung semakin populer. Orang yang tadinya tidak tahu Haji Lulung jadi penasaran ingin mengetahui sosoknya lebih jauh. Bahkan kemudian banyak media massa yang menulis profil Haji Lulung. Bahkan saya pun ikut menulis tentang Haji Lulung, Wk wk wk

Ini mungkin perlu penelitian yang mendalam. Saya sendiri juga heran kenapa orang yang di bully di twitter hanya menjadi bahan lelucon sesaat namun tidak berdampak negatif terhadap citra orang tersebut. Coba diingat kembali, dulu Aceng Fikri juga ramai di cemooh di twitter tapi tetap bisa terpilih sebagai anggota DPR-RI periode 2014 - 2019. Bang Haji Rhoma Irama juga pernah diolok-olok di media sosial tapi hingga sekarang bisa tetap eksis berkarir.

Menurut saya inilah yang disebut dengan Anti Personal Branding.