Selasa, 24 Februari 2015

3 Alasan Mempertahankan Blog Gratis

Seringkali saya mendapat pertanyaan "mas Iwel kenapa kok masih pakai blog gratisan. Sekarang kan bikin website sangat murah?"

Sebenarnya saya sudah punya website berbayar yaitu www.iwelsastra.com. Ada tiga alasan saya mempertahankan blog gratisan baik http://iwelwel.blogspot.com maupun http://iwelsastra.blogspot.com.

1. Saya sudah memiliki blog ini semenjak harga untuk membuat website masih mahal.
2. Blog gratisan ini meskipun gratisan tetap  memiliki kelebihan seperti ramah google. Tetap memiliki potensi untuk berada di halaman pertama google.
3. Ini yang paling penting yaitu saya memotivasi orang untuk memiliki blog agar mereka bisa mencurahkan semua ide-ide mereka ke dalam tulisan yang bisa memberikan manfaat bagi pembaca. Tak perlu gengsi memiliki blog gratisan. Selain itu blog gratisan bisa langsung dibuat dan caranya sangat mudah. Minimal website berbayar tetap ada proses yang dilakukan seperti membeli domain, menyewa hosting dan terkadang template-nya masih rumit bagi pemula.

Bahkan untuk mereka yang terjun ke bisnis online dengan modal terbatas blog gratisan tetap bisa menjadi pilihan dalam menjual produk maupun jasa. Meskipun dengan uang 500 ribu sekarang sudah bisa punya website tapi dalam bisnis itu tetap harus diperhitungkan sebagai modal.  Daripada tidak punya etalase online sama sekali blog gratisan bisa jadi pilihan.

Nanti kalau sudah rajin ngeblog atau usaha rasanya menunjukan kemajuan tentu bisa ditingkatkan dengan memiliki website berbayar.

Rumput Tetangga



Sewaktu saya dan istri ingin membeli rumah, saya bilang kepada istri bahwa saya tidak ingin punya tetangga yang halaman rumahnya ditanami rumput. Istri heran dengan alasan saya yang dianggapnya agak aneh. Saya bilang padanya, itu disebabkan saya tidak mau memandang rumput tetangga setiap hari kemudian merasa rumput tetangga lebih hijau. Istri saya tertawa mendengar alasan tersebut. Sampailah kami di sebuah perumahan yang semua halaman rumahnya tidak ditanami rumput. Pihak pemasaran perumahan menunjukan kami sebuah rumah yang sudah selesai dibangun dan siap untuk dihuni. Istri saya suka dengan rumah tersebut namun saya tidak. Istri saya kaget kemudian tertawa mendengar alasan saya tidak suka rumah yang itu. “Rumput tetangga memang tidak terlihat lebih hijau tapi garasi tetangga terlihat lebih besar” ucap saya pada istri.

Peribahasa yang menyebutkan rumput tetangga terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri, terdengar seperti sebuah lelucon tetapi sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam. Peribahasa ini memiliki arti bahwa orang suka memandang hal yang dimiliki orang lain lebih baik daripada yang dia punya. Dalam kehidupan sehari-hari, orang suka terjebak membandingkan diri dengan orang lain. Banyak orang kadang secara tidak sadar sudah menempatkan dirinya pada posisi yang menderita. Misalnya, yang belum punya pasangan pikirannya jadi galau melihat sepasang suami istri yang jalan berduaan dengan mesra. Pria yang sudah punya pasangan pikirannya galau melihat laki-laki jomblo yang bebas jalan sendirian tanpa harus dikenakan wajib lapor pada istri. Perempuan yang sudah punya pasangan, pikirannya galau melihat perempuan jomblo yang bisa jalan-jalan dengan bebas di mal tanpa harus ditelepon setiap saat oleh pasangan yang posesif.

Dari contoh diatas terlihat bahwa lebih hijau atau tidaknya rumput tetangga tergantung dari sudut pandang kita. Kita menganggap rumput tetangga lebih hijau bisa jadi tetangga juga berpikir rumput kita lebih hijau. Setiap orang memiliki persepsi masing-masing dari apa yang dia lihat. Persepsi inilah yang kemudian mempengaruhi pikiran. Jika kebahagiaan orang lain kita pandang dengan cara yang menyedihkan maka pikiran kita akan terbawa sedih. Jika kebahagiaan orang lain kita pandang dengan cara turut bahagia maka pikiran kita akan bahagia. Ketika melihat rumput tetangga lebih hijau kita ikut senang melihatnya, maka kita sudah membangun sebuah persepsi yang positif ke dalam pikiran. Bukannya iri atau dengki  melihat rumput tetangga yang lebih hijau kita bisa menyikapinya dengan rasa ikut memiliki. Namun ingat, meski ada rasa ikut memiliki, bukan berarti kita bisa memotong rumput tetangga kapanpun kita mau.

Dari berbagai artikel kesehatan yang pernah saya baca disebutkan bahwa salah satu sumber penyakit adalah pikiran. Sementara itu, pikiran sebenarnya ada dibawah kendali manusia. Jadi manusia memiliki peran yang sangat besar dalam mengelola pikirannya. Apakah mau menjadi susah atau senang. Ada anekdot yang menggambarkan bahwa betapa besarnya kekuatan pikiran mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Anekdot ini bercerita tentang seorang pasien yang berobat ke rumah sakit. Seandainya perkiraan biaya perawatan disampaikan di depan, pasien ini akan kepikiran sehingga penyakitnya menjadi lebih parah. Kalau biaya perawatan disampaikan ketika sudah sembuh, pasien ini kaget membaca jumlah tagihan rumah sakit, akhirnya kepikiran kemudian jatuh sakit lagi.

Kembali ke soal rumput tetangga. Belajar dari peribahasa ini, kita  bisa menemukan 3 formula sederhana untuk bisa menjadi manusia yang bahagia. Formula pertama, jangan pernah menilai rumput tetangga. Ini formula ekstrim khusus bagi mereka yang benar-benar tidak tahan untuk tidak membanding-bandingkan rumput tetangga dengan rumputnya sendiri. Apalagi kalau dia sendiri tidak punya rumput. Seharusnya rumput yang hijau terlihat indah dan menyenangkan bagi mata tetapi, yang terjadi malah sebaliknya. Mata selalu sakit ketika keluar rumah dan melihat rumput tetangga. Kalau sudah begini, sebaiknya jangan pernah menoleh atau bahkan hanya sekadar melirik ke rumput tetangga. Jadi mata akan terhindar dari rasa sakit akibat melihat rumput tetangga.

Formula kedua, nikmati saja rumput tetangga yang hijau. Ini yang disebut dengan membangun persepsi positif terhadap hal yang dimiliki orang lain tetapi tidak atau belum kita miliki. “Wah senangnya mendengar teman naik jabatan. Semoga dalam waktu cepat saya tertular.” Atau “wah senangnya melihat teman beli mobil mewah, semoga saya bisa segera menyusul.” Tentu saja, dalam membangun persepsi positif seperti ini, kita juga harus melihat situasi dan kondisi diri. Jangan sampai Anda yang sudah menikah, ketika menerima undangan resepsi pernikahan berkata “wah senangnya mendengar teman mau menikah, semoga saya bisa menyusul.” Kalau istri dengar, bisa terjadi perang dunia ketiga. Maksud hati mau bahagia, yang ada malah bonyok, wk wk wk. 

Formula ketiga, jadikan rumput tetangga yang hijau menjadi motivasi kita untuk memiliki rumput yang bahkan lebih hijau lagi. Kita harus membangun persepsi yang super positif sehingga yang timbul di pikiran kita ketika melihat milik orang lain yang tidak atau belum kita miliki bukan rasa galau. Kita harus bisa meyakinkan diri bahwa kita pun bisa memiliki semua itu. Caranya, kita cari bibit rumput yang terbaik, menamamnya dengan cara yang benar dan merawatnya dengan sabar. Kita senang, bahagia menjalani proses karena kita yakin tak lama lagi kita akan memiliki rumput yang lebih hijau daripada rumput tetangga. 

Pelajaran yang bisa kita peroleh dari rumput tetangga adalah menjadi bahagia itu tergantung dari persepsi kita ketika memandang sesuatu. Ketika kita ikut bahagia melihat rumput tetangga yang semakin hijau, maka kita sudah sukses membahagiakan diri sendiri walaupun belum memiliki rumput.


Tulisan ini dimuat di Majalah Luar Biasa edisi April 2013