Minggu, 31 Desember 2023

Debat Pilpres 2024 Amunisi Debat di Media Sosial. Pengaruh Debat Pilpres Pada Elektoral.

 


Dalam kapasitas praktisi komunikasi dan analisis pemasaran politik, saya bersama Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah diminta radio MNC Trijaya untuk menjadi komentator debat cawapres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat 22 Desember 2023. Acara ini selain disiarkan melalui jaringan radio MNC Trijaya juga disiarkan melalui kanal Youtube iNews. Sebelum kami mengudara, saya ditanya mengenai bagaimana debat yang sesaat lagi akan dimulai. Saya katakan, ketiga kandidat ini adalah orang-orang yang sudah terbiasa berbicara di hadapan publik, seharusnya dari sudut public speaking tidak ada yang mengalami kesulitan. Apalagi mereka pasti punya tim coaching yang membantu persiapan. Justru tantangannya adalah pada pesan yang akan disampaikan dan antisipasi pertanyaan dari panelis dan kandidat lain.

Acara debat yang berlangsung sebanyak 6 segmen berjalan dengan lancar. Berbagai kejutan muncul dalam debat yang ditunggu-tunggu ini. Debat bukan sekadar pertarungan kemampuan public speaking, tetapi juga gaya komunikasi politik masing-masing kandidat. Muhaimin tampil jenaka dengan istilah slepet yang diformulasikan menjadi slepetnomics. Gibran bagaikan striker muda yang mencoba menunjukan kemampuan menggiring bola dengan gaya menyerang. Sedangkan Mahfud MD tampil tenang berwibawa dengan lebih fokus pada substansi. Sepanjang debat berlangsung media sosial ramai dengan komentar warganet yang mendukung masing-masing kandidat. Potongan-potongan video debat dengan berbagai keterangan berseliweran dengan sangat cepat di media sosial. Analisis tren positif, negatif, hingga netral terhadap masing-masing kandidat di media sosial bermunculan. Sejalan dengan yang diungkapkan Reveilhac (2023) gaya komunikasi politik terbukti berperan dalam memicu keterlibatan publik di media sosial.

Sebelumnya, menjelang debat pertama capres pada Selasa 12 Desember 2023 berbagai pendapat muncul di media tradisional, media sosial, dan grup percakapan bahwa debat tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap elektabilatas capres-cawapres. Pendapat ini tidak salah jika mengacu kepada hasil penelitian beberapa tahun lalu. Perkembangan infrastruktur komunikasi dengan jaringan internet yang luas serta pemilik telepon pintar berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika sebanyak 167 juta atau sebanding dengan 89% dari total penduduk Indonesia membuat hasil penelitian beberapa tahun lalu yang menyebut minimnya pengaruh debat ini perlu dikaji ulang. Rekaman debat berada dalam genggaman yang bisa dikaji dan ditelaah setiap waktu oleh calon pemilih khususnya pemilih mengambang (swing voters). Para pembuat konten yang berpihak kepada masing-masing kandidat pun memahami ini sehingga walau debat sudah berakhir, tren kontennya masih bisa bertahan berhari-hari.

Ada hal menarik yang disampaikan oleh Karlsen dan Enjolras (2016) seperti yang dikutip Reveilhac (2013) bahwa pesan-pesan aktor politik di media sosial tidak hanya dapat dilihat oleh pengguna lain (pengikut atau pengguna yang tertarik dengan politik), tetapi juga dilihat oleh nonpengguna melalui saluran media tradisional. Saya mengembangkan gagasan ini dengan mengatakan bukan hanya pesan-pesan aktor politik, tetapi juga perilaku aktor politik yang terekam media sosial bisa berkembang menjadi pemberitaan yang tersebar melalui media tradisional. Sebagai contoh, pascadebat cawapres saya melihat sebuah video yang tersebar dalam sebuah grup percakapan yang berisi capres Prabowo yang ikut menyaksikan debat cawapres secara langsung memanggil Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Ketika Bahlil mendekat, terlihat Prabowo menarik jaket Bahlil sambil mengucapkan sesuatu kepada Bahlil. Video ini kemudian viral lalu, menjadi pemberitaan sejumlah media nasional. Tercatat Detik.com menurunkan berita tersebut dengan judul, “Viral Prabowo Tarik Bahlil Saat Debat Cawapres, Begini Faktanya” dan Tempo.co “Beredar Video Prabowo Tarik Jas Bahlil, TKN: Wong Mereka Ketawa, Kok Dibilang Kekerasan.” Sementara Kompas.com memberi judul, “Ditarik Prabowo saat Debat Cawapres, Menteri Bahlil Kaget Narasi Dikasari Prabowo.”

Sulit untuk menentukan siapakah yang lebih unggul pada pada debat pilpres pertama yang menampilkan para capres serta debat kedua yang menampilkan para cawapres. Tidak ada keunggulan mutlak karena debat ini tidak dinilai oleh juri yang memiliki wewenang menentukan pemenang. Pemenang debat ditentukan oleh masing-masing pemilih. Saya beranggapan bahwa di era sekarang kemenangan debat tidak hanya ditentukan pada saat debat berlangsung namun terus bergulir hingga debat telah selesai. Debat pilpres memberikan amunisi untuk para pendukung berdebat di media sosial untuk mempersuasi dan memengaruhi pengguna media sosial. Ripolles, Olivella & Franch (2017) mengutip Enli (2017) yang menyebutkan media sosial memiliki dampak agenda setting. Hal ini dapat dipahami bahwa berbagai komentar debat pilpres yang bertebaran di media sosial yang bahkan dilengkapi dengan foto maupun video bukan sekadar kiriman dari warganet biasa. Namun itu bisa saja bagian dari agenda setting untuk saling menempatkan kandidat masing-masing pada peringkat atas.