Sabtu, 29 Desember 2012

Mandi Hujan

Bagaikan pemain bola profesional. Matin, anak saya yang paling besar mengambil ancang-ancang untuk menendang bola. Sesaat kemudian dia menendang bola dengan keras kearah saya. Bola tersebut menggelinding masuk diantara kedua kaki saya.
   
“Goool,” teriaknya sambil melompat-lompat ditengah hujan yang deras. 

Sore itu hujan turun dengan deras. Saya ingat sewaktu saya kecil seringkali mandi hujan ditengah hujan yang deras. Sekalian bernostalgia dengan masa kecil saya mengajak Matin mandi hujan.

“Gimana kalau mandi hujannya sambil main bola?” ajak Matin.

Saya memenuhi ajakan Matin.

Kayra adik Matin ikut main hujan. Kayra mengenakan jas hujan lengkap dengan sepatu boot. Kayra menolak untuk mandi hujan tapi tetap ingin ikutan main-main di tengah guyuran hujan yang deras. Sewaktu kecil saya pernah diberi tahu kalau hujan mandi hujan di tengah hujan yang deras tidak apa-apa selama tidak dilakukan terlalu lama. Sehabis mandi hujan harus segera mandi lagi dan membersihkan diri dengan sabun. Hujan gerimis justru katanya yang harus dihindari karena bisa menyebabkan sakit.
 
Saya memang senang mengajak Matin mandi hujan. Kegiatan ini tidak kami lakukan setiap kali hujan turun. Tergantung dengan keaadan. Hujan deras dan Matin dalam keadaan fit itulah syarat kami melakukan kegiatan yang sangat menyenangkan bagi anak-anak. 

Manfaat kegiatan ini saya lakukan untuk mendekatkan diri dengan Matin.  Sangat menyenangkan bermain bola ditengah hujan yang deras. ikut menyelami nikmatnya masa kanak-kanak. Bisa saja orang yang melihat adegan ini akan memberikan komentar “dasar, masa kecil kurang bahagia”
                  
Selain mandi, kegiatan lain yang saya lakukan bersama Matin adalah main games. Matin sangat senang main games mobil apapun jenis permainannya. Ikut main games bersama Matin membuat saya paham bahwa games itu memang bikin candu. Ini bahaya bagi anak-anak jika kecanduan games yang bisa membuat mereka malas melakukan aktifitas lain.

Saya membatasi waktu Matin bermain games supaya dia tetap memiliki waktu untuk belajar dan melakukan aktifitas lain yang bermanfaat. Saat kami sedang seru-serunya main games tapi waktu tidur sudah datang maka saya akan mengajak Matin untuk mematikan games. Biasanya saya akan menemani Matin sampai terlelap dengan membacakan dongeng. Setelah Matin tertidur baru saya menyalakan games kembali dan lanjut main games sendiri. Wealah repot .., ini yang kecanduan games kok bapaknya?

follow @iwelsastra19


Photo : Rain on a Sunny Day - Courtsey : http://dpshots.com

Sabtu, 22 Desember 2012

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Benarkah buah itu selalu jatuh tak jauh dari pohonnya. Bagaimana jika ada pohon rambutan dipinggir sungai? Ketika buahnya jatuh, masuk ke dalam sungai kemudian hanyut? Gimana ngubernya tuh rambutan. Udah nggak usaha dipikirin kemana hanyutnya. Makanya supaya istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya tetap berlaku, janganlah tanam pohon yang berbuah di pinggir sungai. Tanamlah dikebun, supaya buahnya tetap bisa dinikmati. Kok malah ngomongin cara bercocok tanam? he he he ...

Kembali ke soal ungkapan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ungkapan ini biasanya menggambarkan bahwa sikap, sifat, bakat dan seorang anak biasanya tak jauh dari orang tuanya.  Dalam beberapa artikel dan tulisan disebutkan bahwa sifat anak tidak jauh dari sifat orang tuanya. Setelah punya anak, saya semakin sering instropeksi diri. Jangan sampai anak saya mengikuti sifat-sifat yang tidak baik dari orang tua. Harapan saya, anak hanya mengikuti sifat-sifat baik dari orang tuanya, itu kalau ada. 

Beberapa ahli juga menulis kalau bakat anak menurun dari bakat orang tua. Saya mengamati dalam beberapa hal memang terbukti. Saya rasa karena selain faktor gen, faktor lingkungan keluarga juga membantu membentuk. Seperti orang tuanya penyanyi, anaknya jadi memiliki ketertarikan jadi penyanyi. Orang tua pengusaha anaknya pengusaha. Asal jangan orang tuanya susah, anaknya juga susah, ini repot!

Saya sendiri tidak pernah mengarahkan anak saya untuk menjadi seorang komedian. Biarlah nanti dia sendiri memilih kehidupannya. Orang tua hanya mengarahkan agar pilihannya itu adalah pilihan yang baik dan sesuai dengan ajaran agama.

Apa karena saya seorang komedian, bakat lucu anak saya juga sudah terlihat. Waktu anak saya Matin berumur lima tahun dan masih duduk ditaman kanak-kanak, dia pernah memberikan saya tebak-tebakan.

            “Ayah sapi apa yang suka merayap di dinding?” tanyanya tiba-tiba.

            “Sapi ajaib,” jawab saya sekenanya.

            “Salah! Sapiderman,” ujarnya penuh kemenangan.

            Kecil-kecil kok main pelesetan. Saya balas dengan memberikan tebak-tebak.

            “Sapi apa yang paling miskin di dunia?” tanya saya.

Ternyata dia bisa menjawab dengan suara penuh keyakinan “sapiring berdua.”