Sabtu, 22 Desember 2012

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Benarkah buah itu selalu jatuh tak jauh dari pohonnya. Bagaimana jika ada pohon rambutan dipinggir sungai? Ketika buahnya jatuh, masuk ke dalam sungai kemudian hanyut? Gimana ngubernya tuh rambutan. Udah nggak usaha dipikirin kemana hanyutnya. Makanya supaya istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya tetap berlaku, janganlah tanam pohon yang berbuah di pinggir sungai. Tanamlah dikebun, supaya buahnya tetap bisa dinikmati. Kok malah ngomongin cara bercocok tanam? he he he ...

Kembali ke soal ungkapan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ungkapan ini biasanya menggambarkan bahwa sikap, sifat, bakat dan seorang anak biasanya tak jauh dari orang tuanya.  Dalam beberapa artikel dan tulisan disebutkan bahwa sifat anak tidak jauh dari sifat orang tuanya. Setelah punya anak, saya semakin sering instropeksi diri. Jangan sampai anak saya mengikuti sifat-sifat yang tidak baik dari orang tua. Harapan saya, anak hanya mengikuti sifat-sifat baik dari orang tuanya, itu kalau ada. 

Beberapa ahli juga menulis kalau bakat anak menurun dari bakat orang tua. Saya mengamati dalam beberapa hal memang terbukti. Saya rasa karena selain faktor gen, faktor lingkungan keluarga juga membantu membentuk. Seperti orang tuanya penyanyi, anaknya jadi memiliki ketertarikan jadi penyanyi. Orang tua pengusaha anaknya pengusaha. Asal jangan orang tuanya susah, anaknya juga susah, ini repot!

Saya sendiri tidak pernah mengarahkan anak saya untuk menjadi seorang komedian. Biarlah nanti dia sendiri memilih kehidupannya. Orang tua hanya mengarahkan agar pilihannya itu adalah pilihan yang baik dan sesuai dengan ajaran agama.

Apa karena saya seorang komedian, bakat lucu anak saya juga sudah terlihat. Waktu anak saya Matin berumur lima tahun dan masih duduk ditaman kanak-kanak, dia pernah memberikan saya tebak-tebakan.

            “Ayah sapi apa yang suka merayap di dinding?” tanyanya tiba-tiba.

            “Sapi ajaib,” jawab saya sekenanya.

            “Salah! Sapiderman,” ujarnya penuh kemenangan.

            Kecil-kecil kok main pelesetan. Saya balas dengan memberikan tebak-tebak.

            “Sapi apa yang paling miskin di dunia?” tanya saya.

Ternyata dia bisa menjawab dengan suara penuh keyakinan “sapiring berdua.”