Sewaktu saya dan istri ingin membeli rumah, saya bilang kepada istri bahwa
saya tidak ingin punya tetangga yang halaman rumahnya ditanami rumput. Istri
heran dengan alasan saya yang dianggapnya agak aneh. Saya bilang padanya, itu
disebabkan saya tidak mau memandang rumput tetangga setiap hari kemudian merasa
rumput tetangga lebih hijau. Istri saya tertawa mendengar alasan tersebut. Sampailah kami di sebuah perumahan yang semua halaman
rumahnya tidak ditanami rumput. Pihak pemasaran perumahan menunjukan kami
sebuah rumah yang sudah selesai dibangun dan siap untuk dihuni. Istri saya suka
dengan rumah tersebut namun saya tidak. Istri saya kaget kemudian tertawa
mendengar alasan saya tidak suka rumah yang itu. “Rumput tetangga memang tidak
terlihat lebih hijau tapi garasi tetangga terlihat lebih besar” ucap saya pada
istri.
Peribahasa yang menyebutkan rumput tetangga terlihat lebih hijau daripada
rumput sendiri, terdengar seperti sebuah lelucon tetapi sebenarnya memiliki makna
yang sangat dalam. Peribahasa ini memiliki arti bahwa orang suka memandang hal yang
dimiliki orang lain lebih baik daripada yang dia punya. Dalam kehidupan
sehari-hari, orang suka terjebak membandingkan diri dengan orang lain. Banyak
orang kadang secara tidak sadar sudah menempatkan dirinya pada posisi yang
menderita. Misalnya, yang belum punya pasangan pikirannya jadi galau melihat
sepasang suami istri yang jalan berduaan dengan mesra. Pria yang sudah punya
pasangan pikirannya galau melihat laki-laki jomblo yang bebas jalan sendirian
tanpa harus dikenakan wajib lapor pada istri. Perempuan yang sudah punya
pasangan, pikirannya galau melihat perempuan jomblo yang bisa jalan-jalan
dengan bebas di mal tanpa harus ditelepon setiap saat oleh pasangan yang posesif.
Dari contoh diatas terlihat bahwa lebih hijau atau tidaknya rumput tetangga
tergantung dari sudut pandang kita. Kita menganggap rumput tetangga lebih hijau
bisa jadi tetangga juga berpikir rumput kita lebih hijau. Setiap orang memiliki
persepsi masing-masing dari apa yang dia lihat. Persepsi inilah yang kemudian mempengaruhi
pikiran. Jika kebahagiaan orang lain kita pandang dengan cara yang menyedihkan
maka pikiran kita akan terbawa sedih. Jika kebahagiaan orang lain kita pandang
dengan cara turut bahagia maka pikiran kita akan bahagia. Ketika melihat rumput
tetangga lebih hijau kita ikut senang melihatnya, maka kita sudah membangun
sebuah persepsi yang positif ke dalam pikiran. Bukannya iri atau dengki melihat rumput tetangga yang lebih hijau kita
bisa menyikapinya dengan rasa ikut memiliki. Namun ingat, meski ada rasa ikut
memiliki, bukan berarti kita bisa memotong rumput tetangga kapanpun kita mau.
Dari berbagai artikel kesehatan yang pernah saya baca disebutkan bahwa
salah satu sumber penyakit adalah pikiran. Sementara itu, pikiran sebenarnya ada
dibawah kendali manusia. Jadi manusia memiliki peran yang sangat besar dalam
mengelola pikirannya. Apakah mau menjadi susah atau senang. Ada anekdot yang
menggambarkan bahwa betapa besarnya kekuatan pikiran mempengaruhi kesehatan
tubuh manusia. Anekdot ini bercerita tentang seorang pasien yang berobat ke
rumah sakit. Seandainya perkiraan biaya perawatan disampaikan di depan, pasien
ini akan kepikiran sehingga penyakitnya menjadi lebih parah. Kalau biaya
perawatan disampaikan ketika sudah sembuh, pasien ini kaget membaca jumlah
tagihan rumah sakit, akhirnya kepikiran kemudian jatuh sakit lagi.
Kembali ke soal rumput tetangga. Belajar dari peribahasa ini, kita bisa menemukan 3 formula sederhana untuk bisa
menjadi manusia yang bahagia. Formula pertama, jangan pernah menilai rumput
tetangga. Ini formula ekstrim khusus bagi mereka yang benar-benar tidak tahan
untuk tidak membanding-bandingkan rumput tetangga dengan rumputnya sendiri.
Apalagi kalau dia sendiri tidak punya rumput. Seharusnya rumput yang hijau
terlihat indah dan menyenangkan bagi mata tetapi, yang terjadi malah
sebaliknya. Mata selalu sakit ketika keluar rumah dan melihat rumput tetangga. Kalau
sudah begini, sebaiknya jangan pernah menoleh atau bahkan hanya sekadar melirik
ke rumput tetangga. Jadi mata akan terhindar dari rasa sakit akibat melihat
rumput tetangga.
Formula kedua, nikmati saja rumput tetangga yang hijau. Ini yang disebut
dengan membangun persepsi positif terhadap hal yang dimiliki orang lain tetapi tidak
atau belum kita miliki. “Wah senangnya mendengar teman naik jabatan. Semoga dalam
waktu cepat saya tertular.” Atau “wah senangnya melihat teman beli mobil mewah,
semoga saya bisa segera menyusul.” Tentu saja, dalam membangun persepsi positif
seperti ini, kita juga harus melihat situasi dan kondisi diri. Jangan sampai Anda
yang sudah menikah, ketika menerima undangan resepsi pernikahan berkata “wah
senangnya mendengar teman mau menikah, semoga saya bisa menyusul.” Kalau istri
dengar, bisa terjadi perang dunia ketiga. Maksud hati mau bahagia, yang ada malah
bonyok, wk wk wk.
Formula ketiga, jadikan rumput tetangga yang hijau menjadi motivasi kita
untuk memiliki rumput yang bahkan lebih hijau lagi. Kita harus membangun
persepsi yang super positif sehingga yang timbul di pikiran kita ketika melihat
milik orang lain yang tidak atau belum kita miliki bukan rasa galau. Kita harus
bisa meyakinkan diri bahwa kita pun bisa memiliki semua itu. Caranya, kita cari
bibit rumput yang terbaik, menamamnya dengan cara yang benar dan merawatnya
dengan sabar. Kita senang, bahagia menjalani proses karena kita yakin tak lama
lagi kita akan memiliki rumput yang lebih hijau daripada rumput tetangga.
Pelajaran yang bisa kita peroleh dari rumput tetangga adalah menjadi bahagia
itu tergantung dari persepsi kita ketika memandang sesuatu. Ketika kita ikut
bahagia melihat rumput tetangga yang semakin hijau, maka kita sudah sukses membahagiakan
diri sendiri walaupun belum memiliki rumput.
Tulisan ini dimuat di Majalah Luar Biasa edisi April 2013