Suatu
siang di tahun 1997 saya menemukan sebuah KTP yang tergeletak di meja ruang
tamu. Saya membaca nama pemilik KTP tersebut tertulis Riyanto. Saya bingung
kenapa KTP Riyanto bisa ada meja ruang tamu. Setelah saya melihat foto pemilik
KTP tersebut saya ngakak. Saya sangat
kenal dengan wajah yang ada di KTP tersebut yang selama ini saya panggil dengan
mas Tukul. KTP ditangan saya milik Tukul Arwana yang kemudian hari sangat
terkenal dengan wajah ndeso dan katronya tersebut.
Selain
Tukul Arwana yang berkibar dengan nama panggung ada juga pelawak Tarsan
yang memiliki nama asli Toto
Maryadi. Penyanyi Ikke Nurjana memiliki
nama asli Hartini Erpi Nurjanah. Kalau
mendengar nama Raden Terry Tantri Wulansari anda sepertinya sangat asing dengan
nama tersebut. Apabila disebut nama panggungnya Mulan Jameela tentu anda akan
sangat familiar dengan mantan personil Ratu ini.
Tulisan diatas saya kutip dari buku saya yang
berjudul “Motivaction, Mimpi atau Mati!” untuk menggambarkan bahwa bukan hanya
produk yang memerlukan nama yang menjual dan mudah untuk diingat namun kalangan
selebritas pun perlu untuk mengubah nama mereka yang diyakinim memiliki nilai
jual.
Nama lahir saya Welnaldi Sastra namun di ijazah
dan KTP hingga sekarang ditulis hanya Welnaldi. Sejak SMP dipanggil dengan nama
Iwel. Tahun 1993 ketika saya menjadi penyiar radio DMC 1079 FM Jakarta, atasan
saya Sys NS mengusulkan agar saya menggunakan nama Iwel Well (dua L) ketika
siaran. Alasannya agar gampang diingat.
Tahun 2005 ketika tampil sebagai Stand Up
Comedian di acara Bincang Bintang RCTI, Indra Yudhistira GM Produksi RCTI
mengusulkan agar saya menggunakan nama Iwel saja. Alasannya nama Iwel Well
terlalu "komik" dan mengada-ada. Tidak cocok untuk seorang Stand Up
Comedian. Contohnya nama-nama Stand Up Comedian Amerika relatif keren-keren,
sebut saja : Jay Leno, David Letterman, Jerry Seinfeld, Steve Martin, dll.
Tahun 2006 ketika bergabung dengan Republik Mimpi
(Newsdotcom), Effendi Gazali mengusulkan agar saya menggunakan nama Iwel Wel (
satu L) alasannya nama itu sudah pernah melekat dihati sebagian orang, baik
ketika saya menjadi penyiar radio atau pun sebagai pemeran pembantu di sinetron
Donna Sang Penyamar (ANTV - 1996), walau sesaat sinetron ini sempat jadi perbincangan
dikalangan anak muda.
Juni 2010, istri saya menyarankan saya untuk
kembali menggunakan nama belakang pemberian orang tua saya "Sastra" Ini untuk menekankan bahwa misi saya sebagai komedian bukan sekadar tampil lucu tapi untuk menghibur dan mencerahkan. Apalagi ketika saya mulai menekuni dunia motivasi dan training, nama ini bisa mewakili sosok saya sebagai motivator dan trainer yang selalu membawakan materi mencerahkan, inspiratif, aplikatif dengan gaya humor.
Bagi saya menggunakan nama panggung ini bukan sekedar menggunakan. Sama halnya
ketika Riyanto menggunakan nama Tukul Arwana itu bukan sekedar pemilihan nama
yang lucu tapi ada doa di dalamnya. Tukul berarti tumbuh sedangkan Arwana
adalah nama ikan yang saat itu masuk dalam kategori ikan mahal. Riyanto
berharap dia bisa tumbuh menjadi komedian yang mahal. Doa yang terbukti
terkabul.
Sekarang saya menggunakan nama Iwel Sastra yang
mengandung arti Insan Baik (Wel) yang Sehat, Sukses dan Sejahtera. Saya
menyimpulkan bahwa nama yang merupakan bagian personal branding bukan
sekadar nama komersil tapi sebaiknya mengandung doa.
Walaupun Shakespeare mengatakan "apalah
artinya sebuah nama" saya tidak percaya dengan ungkapan Shakespeare karena
kebanyakan karya-karya Shakespeare menggunakan nama sebagai judul. Seperti,
Romeo & Julliet, Othello, Macbeth, Hamlet, Raja Lear, Julius caesar,
Troilus dan Cressida, dll. Kalau nama tidak begitu penting kenapa dia tidak
memberikan judul karyanya "anu, anu dan anu, raja anu".