Tenkup - Kepergian Uje membuat semua orang
yang kagum padanya geger. Tak terkecuali sahabat karibnya, Iwel Sastra.
Bersama Gugun ‘Gondrong,’ mereka bertiga mengukir kisah. Pahit manis
kehidupan telah dirasakan tiga sekawan ini.
Azan Shubuh belum berkumandang.
Iwel masih lena dalam keheningan pagi. Sesaat setelahnya, Blackberry
Messenggernya (BBM) mulai dipenuhi Broadcast tentang berita meninggalnya
Uje. “Semula saya berharap itu hanya "Hoax." Tapi kemudian saya sangat
sedih setelah mengetahui bahwa berita itu benar,” tulis Iwel pada
Squadpost melalui wawancara via surat elektronik.
Keheningan pagi Iwel runtuh seketika. Maut datang begitu tiba-tiba. Ia sangat menyesali tak sempat bertandang ke kediaman Uje setelah menerima pesan Uje yang mengabarkan bahwa ia tidak lagi menggunakan BBM dan nomor telepon genggam yang ia gunakan saat itu. “Sebenarnya saya berkeinginan untuk berkunjung ke rumahnya. Tapi entah kenapa keinginan itu tidak saya wujudkan saat itu,” sesal Iwel.
Kedekatan Iwel dengan Uje bemula di Musro Hotel Borobudur Jakarta pada 1993. Saat itu Iwel dan Gugun menjadi MC dalam acara Model Afternoon. Wajah Uje rupanya tidak asing bagi Iwel. Saat itu, Iwel sempat beberapa kali menonton Uje main sinetron di TVRI.
Gugun yang lebih dulu mengenal Iwel, memperkenalkannya pada Uje. Dari situ, ketiganya mulai menjadi tiga kawan perjuangan. Gugun langsung memboyong Uje dan Iwel ke rumahnya.
Maka rumah Gugun yang terletak di kawasan Mampang Prapatan pun menjadi markas mereka. “Uje jadi sering menginap, bahkan pernah berbulan-bulan tinggal sama kami dan tidak pulang ke rumah,” kenang Iwel. Sementara Iwel sudah lebih dulu mukim di rumah Gugun sedari 1993.
Kekerabatan tiga lajang ini semakin menjadi-jadi. Setiap waktu mereka selalu bersama. Makan, main, hingga tidur pun bertiga. “Pertemanan kami saat itu benar-benar sudah seperti saudara,” cerita Iwel. Antara Iwel dan Uje, keduanya termasuk memiliki hubungan yang cukup hangat. Lain hal antara Gugun dan Uje. Keduanya kerap berselisih kecil. “Biasanya karena masalah perempuan. Sering kali cewek yang ditaksir Gugun malah naksir Uje,” tulis Iwel.
Mimpi yang Terwujud
Keheningan pagi Iwel runtuh seketika. Maut datang begitu tiba-tiba. Ia sangat menyesali tak sempat bertandang ke kediaman Uje setelah menerima pesan Uje yang mengabarkan bahwa ia tidak lagi menggunakan BBM dan nomor telepon genggam yang ia gunakan saat itu. “Sebenarnya saya berkeinginan untuk berkunjung ke rumahnya. Tapi entah kenapa keinginan itu tidak saya wujudkan saat itu,” sesal Iwel.
Kedekatan Iwel dengan Uje bemula di Musro Hotel Borobudur Jakarta pada 1993. Saat itu Iwel dan Gugun menjadi MC dalam acara Model Afternoon. Wajah Uje rupanya tidak asing bagi Iwel. Saat itu, Iwel sempat beberapa kali menonton Uje main sinetron di TVRI.
Gugun yang lebih dulu mengenal Iwel, memperkenalkannya pada Uje. Dari situ, ketiganya mulai menjadi tiga kawan perjuangan. Gugun langsung memboyong Uje dan Iwel ke rumahnya.
Maka rumah Gugun yang terletak di kawasan Mampang Prapatan pun menjadi markas mereka. “Uje jadi sering menginap, bahkan pernah berbulan-bulan tinggal sama kami dan tidak pulang ke rumah,” kenang Iwel. Sementara Iwel sudah lebih dulu mukim di rumah Gugun sedari 1993.
Kekerabatan tiga lajang ini semakin menjadi-jadi. Setiap waktu mereka selalu bersama. Makan, main, hingga tidur pun bertiga. “Pertemanan kami saat itu benar-benar sudah seperti saudara,” cerita Iwel. Antara Iwel dan Uje, keduanya termasuk memiliki hubungan yang cukup hangat. Lain hal antara Gugun dan Uje. Keduanya kerap berselisih kecil. “Biasanya karena masalah perempuan. Sering kali cewek yang ditaksir Gugun malah naksir Uje,” tulis Iwel.
Mimpi yang Terwujud
Ketiganya memiliki mimpi yang sama besar. Bersama menjadi orang yang
berkecimpung dalam dunia hiburan. Gugun bercita-cita menjadi seorang
pembawa acara, Iwel ingin menjadi pelawak terkenal, sedang Uje
menggantang mimpi menjadi aktor kawakan dan penyanyi. Berangkat dari
mimpi-mimpi yang dibangun itu, mereka mulai meniti beberapa kesempatan
dari tempat-tempat bermain.
Saat malam tiba, dugem (dunia gemerlap) adalah pilihan menarik bagi mereka untuk menghabiskan waktu. Hampir semua tempat dugem di Jakarta mereka masuki bertiga. Setiap malam, sepanjang malam. Tempat dugem jugalah yang menjadi gerbang pertama ketiga karib ini memasuki panggung hiburan. “Kami sebenarnya bukan hanya sekadar cari hiburan saja di tempat tersebut, tapi sekalian cari pekerjaan untuk jadi MC (master of ceremony). Jadilah saya dan Gugun sering jadi MC di tempat-tempat tersebut. Saat itu Radio DMC ada acara unggulan namanya DMC Discotheque dibawakan oleh DJ-Dj top saat itu. Kami kenal dengan banyak DJ, makanya akses bergaul malam kami sangat terbuka lebar,” kenang Iwel.
Masuknya mereka dalam dunia gemerlap ternyata memiliki konsekuensi tersendiri. Ketiganya memiliki kesepakatan, “hanya boleh mabuk minuman tapi tidak mabuk narkoba.” Mengingat pergaulan mereka saat itu membuka kesempatan lebar untuk mendapatkan barang-barang haram. “Kami bertiga pernah nyobain ganja dan ketika inex belum tren, kami bertiga udah nyobain duluan. Kesepakatan pada saat itu sekadar mencoba,” tulis Iwel.
Sayang, saat itu Uje melanggar sendiri perjanjian yang telah disepakati tiga sekawan ini. Uje terjun bebas dalam dunia narkoba. Ia menjadi asosial dengan teman-temannya, terutama Iwel dan Gugun. Uje mulai jarang menginap di rumah Gugun lagi. Tepat pada 1998, Iwel dan Gugun kehilangan kontak dengan Uje. “Pernah saya datangi ke rumah orangtuanya di kawasan Pangeran Jayakarta tapi tidak pernah bertemu,” cerita Iwel.
Uje Kembali
Saat malam tiba, dugem (dunia gemerlap) adalah pilihan menarik bagi mereka untuk menghabiskan waktu. Hampir semua tempat dugem di Jakarta mereka masuki bertiga. Setiap malam, sepanjang malam. Tempat dugem jugalah yang menjadi gerbang pertama ketiga karib ini memasuki panggung hiburan. “Kami sebenarnya bukan hanya sekadar cari hiburan saja di tempat tersebut, tapi sekalian cari pekerjaan untuk jadi MC (master of ceremony). Jadilah saya dan Gugun sering jadi MC di tempat-tempat tersebut. Saat itu Radio DMC ada acara unggulan namanya DMC Discotheque dibawakan oleh DJ-Dj top saat itu. Kami kenal dengan banyak DJ, makanya akses bergaul malam kami sangat terbuka lebar,” kenang Iwel.
Masuknya mereka dalam dunia gemerlap ternyata memiliki konsekuensi tersendiri. Ketiganya memiliki kesepakatan, “hanya boleh mabuk minuman tapi tidak mabuk narkoba.” Mengingat pergaulan mereka saat itu membuka kesempatan lebar untuk mendapatkan barang-barang haram. “Kami bertiga pernah nyobain ganja dan ketika inex belum tren, kami bertiga udah nyobain duluan. Kesepakatan pada saat itu sekadar mencoba,” tulis Iwel.
Sayang, saat itu Uje melanggar sendiri perjanjian yang telah disepakati tiga sekawan ini. Uje terjun bebas dalam dunia narkoba. Ia menjadi asosial dengan teman-temannya, terutama Iwel dan Gugun. Uje mulai jarang menginap di rumah Gugun lagi. Tepat pada 1998, Iwel dan Gugun kehilangan kontak dengan Uje. “Pernah saya datangi ke rumah orangtuanya di kawasan Pangeran Jayakarta tapi tidak pernah bertemu,” cerita Iwel.
Uje Kembali
Sekian lama menghilang, tiba-tiba Uje menelepon Iwel untuk mengajak
kopi darat. Iwel yang mengira Uje masih suka dugem, memilih salah satu
sebuah klub di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, sebagai tempat bertemu.
Ternyata, Uje merasa risih dengan keramaian. Saat itu Uje mengatakan
pada Iwel bahwa ia ingin sembuh dari ketergantungan obat-obatan. Sebagai
teman, Iwel sangat senang mendengar niat Uje. “Sampai akhirnya saya
menyarankan Uje untuk minta doa ibunya, agar dia bisa sembuh dari
ketergantungan narkoba,” tulis Iwel. Setelah pertemuan itu, hubungan
Iwel dan Uje merenggang lagi. Uje kembali raib entah ke mana.
Beberapa lama setelah itu, Uje kembali datang ke rumah Gugun. Namun kali ini dengan tampilan berbeda. Hidupnya telah berbalik 180 derajat. Tanpa alasan yang tak pernah didengar Iwel sebelumnya. Ia datang dengan mengenakan pakaian ghamis dan sudah berjenggot. Malah Uje menceramahi Iwel untuk bertobat. “Hal yang membuat saya bangga pada Uje adalah ketika saya pertama kali melihatnya menjadi khatib shalat Jumat. Uje bisa lepas dari ketergantungannya dan memilih dakwah sebagai jalan hidup,” kenang Iwel.
Ternyata, berkecimpungnya Uje di dunia dakwah bukan sekadar angin lalu. Ia mulai serius menyelami agama Islam. Kedekatan Iwel dan Uje selama lima tahun, membuat keduanya saling memahami. Perubahan yang ditunjukkan Uje benar-benar membuat Iwel pangling.
Saat dakwah pertama yang dijalankan Uje, Iwel masih sering menyambangi pengajiannya. Keduanya saling berbagi cerita dan saran. “Beberapa kali saya ke rumah Uje yang saat itu masih tinggal bersama ibunya. Kami pun sering diskusi mengenai strategi dakwah,” tulis Iwel. Namun, setelah Uje masuk dalam dunia pertelevisian, keduanya kembali berpisah jalan.
Namun, insting sebagai sahabat dan saudara sudah mendarah daging di antara mereka. Kemana pun kaki mereka melangkah, selalu saja ada alasan untuk saling mengingat. Iwel dan Uje kembali bertemu. Kali ini tidak sama sekali direncanakan. Agustus 2012 lalu, Uje dan Iwel bertatap muka secara tidak sengaja di kafe sebuah pusat perbelanjaan. “Ketika saya sedang menulis naskah buku di sebuah kafe di sebuah pusat perbelanjaan, Uje melintas dengan istrinya. Dia menghampiri saya. Saya tidak menduga Uje kemudian duduk dan mengajak saya berbincang,” kenang Iwel. Istri Uje, Pipik, duduk tak jauh dari mereka berdua. Uje dan Iwel berbincang banyak satu sama lain. Mulai dari kondisi Gugun yang saat itu sedang mengalami kondisi sakit parah, perkembangan karir Iwel sebagai komedian, sampai dengan pembubaran Uje Center yang baru dilakukan Uje.
Di luar dugaan, Uje sempat bertanya pada Iwel, bagaimana kalau seandainya ia berhenti ceramah. Sebagai sahabat yang cukup dekat, tentu Iwel memberikan saran terbaik. “Saya bilang jangan berhenti total, kalau dikurangi nggak apa demi kesehatan tubuh dan waktu untuk keluarga,” cerita Iwel.
Iwel yang sedang dalam proses pengerjaan bukunya berkali-kali menghubungi Uje untuk sekadar bercerita. Karena rencananya cerita tiga sekawan itu akan hadir dalam buku yang digarap Iwel ini.
“Kemudian Kamis Malam pukul 21.56 saya ngetwit:
1. Buku #MotivAction ada kisah nyata 3 sahabat yang setiap malam dugem terus. Sampai akhirnya salah satu dari mrk terkena narkoba.
2. Setelah yg kena narkoba ini sembuh, mendadak menjadi ustadz dan mulai bergabung dengan ormas Islam garis keras #MotivAction
3. Sentuhan "Personal Branding" temannya, membuat ustadz urung jadi ustadz garis keras. Malah kemudian ngetop sbg ustdz gaul #MotivAction
4. Cuplikan Sub Bab: kisah 3 sahabat yg sama-sama mengejar mimpi, akhirnya sama-sama terkenal dalam dunia yg berbeda #MotivAction,” tulis Iwel.
Sayang, Uje lebih dulu dipanggil Sang Pencipta. Iwel dan Gugun kehilangan karib terbaiknya. Sahabat susah, senang dan sedih. Ustadz gaul yang dirindukan umat Islam Indonesia itu, kini telah pergi. Selamanya.
Beberapa lama setelah itu, Uje kembali datang ke rumah Gugun. Namun kali ini dengan tampilan berbeda. Hidupnya telah berbalik 180 derajat. Tanpa alasan yang tak pernah didengar Iwel sebelumnya. Ia datang dengan mengenakan pakaian ghamis dan sudah berjenggot. Malah Uje menceramahi Iwel untuk bertobat. “Hal yang membuat saya bangga pada Uje adalah ketika saya pertama kali melihatnya menjadi khatib shalat Jumat. Uje bisa lepas dari ketergantungannya dan memilih dakwah sebagai jalan hidup,” kenang Iwel.
Ternyata, berkecimpungnya Uje di dunia dakwah bukan sekadar angin lalu. Ia mulai serius menyelami agama Islam. Kedekatan Iwel dan Uje selama lima tahun, membuat keduanya saling memahami. Perubahan yang ditunjukkan Uje benar-benar membuat Iwel pangling.
Saat dakwah pertama yang dijalankan Uje, Iwel masih sering menyambangi pengajiannya. Keduanya saling berbagi cerita dan saran. “Beberapa kali saya ke rumah Uje yang saat itu masih tinggal bersama ibunya. Kami pun sering diskusi mengenai strategi dakwah,” tulis Iwel. Namun, setelah Uje masuk dalam dunia pertelevisian, keduanya kembali berpisah jalan.
Namun, insting sebagai sahabat dan saudara sudah mendarah daging di antara mereka. Kemana pun kaki mereka melangkah, selalu saja ada alasan untuk saling mengingat. Iwel dan Uje kembali bertemu. Kali ini tidak sama sekali direncanakan. Agustus 2012 lalu, Uje dan Iwel bertatap muka secara tidak sengaja di kafe sebuah pusat perbelanjaan. “Ketika saya sedang menulis naskah buku di sebuah kafe di sebuah pusat perbelanjaan, Uje melintas dengan istrinya. Dia menghampiri saya. Saya tidak menduga Uje kemudian duduk dan mengajak saya berbincang,” kenang Iwel. Istri Uje, Pipik, duduk tak jauh dari mereka berdua. Uje dan Iwel berbincang banyak satu sama lain. Mulai dari kondisi Gugun yang saat itu sedang mengalami kondisi sakit parah, perkembangan karir Iwel sebagai komedian, sampai dengan pembubaran Uje Center yang baru dilakukan Uje.
Di luar dugaan, Uje sempat bertanya pada Iwel, bagaimana kalau seandainya ia berhenti ceramah. Sebagai sahabat yang cukup dekat, tentu Iwel memberikan saran terbaik. “Saya bilang jangan berhenti total, kalau dikurangi nggak apa demi kesehatan tubuh dan waktu untuk keluarga,” cerita Iwel.
Iwel yang sedang dalam proses pengerjaan bukunya berkali-kali menghubungi Uje untuk sekadar bercerita. Karena rencananya cerita tiga sekawan itu akan hadir dalam buku yang digarap Iwel ini.
“Kemudian Kamis Malam pukul 21.56 saya ngetwit:
1. Buku #MotivAction ada kisah nyata 3 sahabat yang setiap malam dugem terus. Sampai akhirnya salah satu dari mrk terkena narkoba.
2. Setelah yg kena narkoba ini sembuh, mendadak menjadi ustadz dan mulai bergabung dengan ormas Islam garis keras #MotivAction
3. Sentuhan "Personal Branding" temannya, membuat ustadz urung jadi ustadz garis keras. Malah kemudian ngetop sbg ustdz gaul #MotivAction
4. Cuplikan Sub Bab: kisah 3 sahabat yg sama-sama mengejar mimpi, akhirnya sama-sama terkenal dalam dunia yg berbeda #MotivAction,” tulis Iwel.
Sayang, Uje lebih dulu dipanggil Sang Pencipta. Iwel dan Gugun kehilangan karib terbaiknya. Sahabat susah, senang dan sedih. Ustadz gaul yang dirindukan umat Islam Indonesia itu, kini telah pergi. Selamanya.
Ditulis oleh : Muchlis
Monday, 29 April 2013 16:33:00
Sumber : http://tenkup.com
Link asli :
http://www.tenkup.com/peristiwa/5105-kisah-tiga-sekawan-iwel-uje-dan-gugun.html