Kadir pelawak senior jebolan Srimulat pernah bertanya
kepada saya Wel, apa
bedanya lawak dan stand
up comedy? Kok saya nggak menemukan bedanya? Sama saja!
Ini pertanyaan yang seringkali saya terima. Saya rasa
wajar jika pertanyaan ini muncul karena stand up comedy
baru sekitar dua tahun ini populer di masyarakat Indonesia meskipun saya sudah
mensosialisasikan sejak tahun 1998. Mungkin pertanyaan ini muncul karena
masyarakat melihat penampilan beberapa stand up comedian
di Indonesia tidak berbeda dengan penampilan pelawak.
Dalam buku MotivAction: Mimpi atau Mati! saya menyebutkan
antara pelawak dan stand
up comedian
bisa dikatakan serupa tetapi tidak sama. Lawak merupakan akar komedi asli
Indonesia yang dirintis oleh pelawak-pelawak terdahulu, sedangkan stand up comedy
dapat dikatakan sebagai komedi impor
.
Sebelum kita melihat sejarah stand up comedy di Indonesia
kita tengok sejenak sejarah stand up comedy dari
negeri asalnya Amerika Serikat. Ada perbedaan pendapat mengenai kapan istilah stand up comedy
mulai digunakan. Ada yang menyebut tahun 50-an ada juga yang mengatakan tahun
60-an.
Dalam tulisannya The History Of
Comedy: The First Stand Up, komedian Jim Mendrinos menyebutkan istilah stand up comedy
dikenalkan tahun 1966 mengacu pada the Oxford English
Dictionary dan Webster’s Collegiate Dictionary. Andrea Shannon
Prussing-Hollowell dari Georgia State University dalam makalahnya Standup Comedy as
Artistic Expression: Lenny Bruce, the 1950s, and American Humor menyebutkan
stand up comedy
sudah dikenal sejak tahun 50-an. Hollowell menulis sejumlah nama yang
bersinggungan dengan stand
up comedy di 50-an seperti Jack Benny, Fred Allen, and Bob Hope.
Ternyata pada era yang sama dengan Jack Benny, Fred Allen
dan Bob Hope, Di Jakarta (Indonesia) tahun 50-an mulai muncul pelawak tunggal.
Tahun 1953 Bing Slamet berhasil menjadi juara lomba lawak tunggal. Ini
menunjukan sudah mulai banyak pelawak-pelawak tunggal bermunculan sehingga
tahun 1953 biasa diadakan lomba lawak tunggal. Trend lawak tunggal merambah ke
kota lain. Tahun 1957 Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak menjadi juara lomba
lawak tunggal di Yogyakarta. Dari kota kembang Bandung muncul pelawak Us Us
yang kemudian hari dijuluki sebagai Jerry Lewis Indonesia.
Entah kenapa sebabnya Bing Slamet tahun 1958 memutuskan
meninggalkan lawak tunggal dengan membentuk grup lawak Trio Los Gilos bersama Mang
Cepot dan Mang Udel. Duet Mang Cepot dan Mang Udel sudah dikenal sejak tahun
1951 lewat siaran humor mereka di RRI. Trio Los Gilos inilah yang bisa disebut
sebagai akar lawakan modern di Indonesia. Kehadiran dan popularitas Los Gilos,
memancing para pelawak tunggal seperti Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak membentuk
grup lawak EBI. Akhir 50-an era pelawak tunggal mulai hilang digantikan era
grup lawak trio yang bertahan hingga akhir tahun 60-an.
Era grup lawak kwartet dimulai tahun 1967 dengan
terbentuknya Kwartet Kita yang beranggotakan Eddy Sud, Bing Slamet, Ateng dan
Iskak. Kwartet Kita berubah nama menjadi kwartet Jayakarta, kemudian lebih
dikenal dengan nama Kwartet Jaya. Pada era ini bermunculan grup lawak yang
beranggota empat orang seperti S Bagyo CS yang beranggotakan S Bagyo,
Darto Helm, Diran, Sol Soleh. Ada juga Surya Grup dengan formasi Jalal,
Herry Koko, Susi Sunaryo, Prapto. Serta grup lawak lainnya.
Selain nama-nama pelawak yang telah disebutkan
sebelumnya, ada sebuah nama yang tidak bisa lepas dalam sejarah dunia lawak
Indonesia yaitu Kris Biantoro. Kemampuannya memainkan lelucon membuat Kris
Biantoro juga disebut-sebut sebagai pelawak tunggal generasi awal. Kris
Biantoro sempat menjadi additional player
grup lawak Kwartet Jaya menggantikan Bing Slamet yang beristirahat karena sakit
hingga Bing Slamet wafat. Kemudian hari Kris Biantoro lebih banyak berkiprah
sebagai penyanyi dan pembawa acara disamping main dalam sejumlah film. Kris
Biantoro pula yang mengusulkan nama grup lawak Bagito kepada Mi’ing dan
kawan-kawan yang berarti bagi roto (bagi rata).
Ada juga nama Benyamin S. Meskipun Benyamin lebih fokus
menjadi penyanyi lagu-lagu betawi dan main film, kemampuan Benyamin sebagai
pelawak tunggal tidak diragukan lagi. Benyamin memiliki warna sendiri. Hingga
akhir hayatnya Benyamin tidak pernah tercatat bergabung secara permanen dengan
sebuah grup lawak. Benyamin lebih suka menyebut dirinya sebagai pelawak lepas.
Artinya dia bisa bermain dengan grup lawak manapun tanpa terikat. Benyamin
mengeluarkan beberapa kaset lawak bersama Eddy Sud dan Srimulat.
Us Us dapat disebut sebagai pelawak yang cukup lama
bertahan sebagai pelawak tunggal. Tahun 70-an Us Us pun akhirnya mengikuti
jejak pelawak tunggal lain untuk membentuk grup lawak. Us Us mendirikan grup
lawak D’Bodors bersama Sup Yusup dan Rudi Djamil. Formasi grup ini berubah pada
tahun 1983 ketika posisi Sup Yusup dan Rudi Djamil digantikan oleh Yan Asmi dan
Kusye.
Era 70-an trend lawak tunggal kembali dihidupkan dengan
munculnya berbagai lomba lawak tunggal. Lomba ini memunculkan nama Otong Lenon
dan Memet Mini. Tahun 80-an lomba lawak tunggal juga sering diadakan. Nama-nama
yang muncul di era ini seperti Komar, Atet Zakaria, Ali Nurdin, dan Otong Lalo.
Menurut saya lomba lawak tunggal pada masa ini, oleh
pelawak sering dijadikan sebagai ajang untuk mencari teman untuk membentuk grup
lawak. Juara-juara lomba lawak tunggal era 70-an dan 80-an pada akhirnya banyak
membentuk grup lawak. Memet Mini sempat membentuk grup lawak Billy bersama Atet
Zakaria dan Jack John. Komar bersama Ogut, Kimung dan Firman membentuk Tom Tam
grup. Ali Nurdin bergabung dengan Doyok Grup. Otong Lalo membentuk grup lawak
Jali-Jali bersama Yanto Stuck On You, Cacan dan Bonang. Otong Lenon sempat
membentuk Trio Semekot. Tiga orang personil grup lawak Sersan Prambors adalah
alumni lomba lawak tunggal yaitu Pepeng, Khrisna Purwana dan Nana Krip.
Saya menilai pelawak-pelawak tunggal yang kemudian harus
membuat grup di era itu karena kurangnya ruang bagi pelawak tunggal untuk
tampil. Slot lawak yang disediakan oleh TVRI lebih ditujukan untuk grup lawak.
Acara-acara panggung juga lebih membuka kesempatan kepada grup lawak. Disamping
itu kebiasaan penonton yang sudah terbiasa melihat acara komedi ditampilkan
secara berkelompok. Seperti ludruk, ketoprak, lenong dan Srimulat yang
dimainkan oleh sekumpulan pemain.
Saya sendiri juga terjebak bertahun-tahun pada kondisi
ini. Ketika merantau ke Jakarta tahun 1989 target pertama saya adalah membentuk
grup lawak. Kondisi ini saya jalani bertahun-tahun. Dari tahun 1989 hingga
tahun 1997 waktu saya habis hanya untuk membentuk grup lawak. Bukanlah
pekerjaan mudah untuk menemukan pelawak lain yang memiliki visi dan misi yang
sama dalam membentuk sebuah grup lawak.
Tahun 1997 Setelah menonton film dokumenter tentang Bob
Hope dan menyaksikan sitkom Seinfeld, saya memutuskan untuk bersolo karir
sebagai pelawak tunggal. Dalam buku Motivaction: Mimpi atau Mati! saya menulis
tahun 1998 rekan saya Diaz Hendropriyono yang sekolah di Amerika yang
memperkenalkan istilah stand up comedy
kepada saya. Sejak tahun 1998 itulah secara resmi di kartu nama saya tulis
profesi: stand up
comedian.
Memperkenalkan stand up comedy
pada saat itu bukanlah perkara yang mudah. Hingga akhirnya tahun 2004 saya
mempunyai ide untuk membuat pementasan stand up comedy
pertama di Indonesia. Tujuannya agar bisa diliput oleh media massa, sehingga
masyarakat lebih paham mengenai stand up comedy.
6 Maret 2004 saya dengan modal nekat dan tekad saya melakukan pementasan stand up comedy
di Gedung Kesenian Jakarta. Pementasan inilah yang kemudian menghantarkan saya
untuk melakukan stand
up comedy di sejumlah tv nasional seperti acara Jayuz Pliss Dong Ah TV7
(sekarang Trans7) dan Bincang Bintang RCTI.
Disisi lain, Ramon Papana pemilik comedy café juga aktif
mempopulerkan stand
up comedy dengan membuka workshop mengenai
stand up comedy
serta rutin mengadakan open mic di comedy
café. Kami pun sering berbincang mengenai perkembangan stand up comedy di
Indonesia. Kemudian muncul ide untuk merekam penampilan saya melakuan stand up
comedy di comedy cafe bersama beberapa stand up comedian pemula lainnya
melakukan open mic untuk di upload di youtube. Kamis 21 Oktober 2010 saya
melakukan open mic di comedy cafe. Penampilan singkat ini direkam dan di upload
di youtube.
Setahun setelah itu, Ramon membuka kesempatan kepada stand
up comedian pemula untuk melakukan open mic di comedy cafe. Twitter yang saat
itu mulai tren membuat informasi mengenai open mic ini cepat tersebar. Pertengahan
tahun 2011 mulai banyak stand up comedian yang melakukan open mic di comedy cafe.
Ramon pula yang mencetuskan ide untuk merekam sejumlah penampilan stand up
comedian dalam open mic di comedy cafe untuk di unggah di
youtube. Ini memberikan dampak positif dalam perkembangan stand up comedy di
tanah air.
Pandji Pragiwaksono yang
sebelum dikenal sebagai presenter dan Raditya Dika yang dikenal sebagai penulis buku juga ikut
menekuni stand up comedy secara serius. Open mic yang
mereka lakukan di comedy café 13 Juli 2011 diunggah ke youtube dan
mendapatkan respon yang sangat luar biasa karena Pandji dan Raditya Dika
memiliki banyak follower di twitter. Momentum ini dibaca oleh Metro TV dan
Kompas TV dengan membuat program stand up comedy. Nama Pandji dan Raditya Dika
semakin dikenal sebagai stand up comedian setelah Kompas TV memberi kesempatan
kepada mereka berdua menjadi pembawa acara kompetisi stand up comedy Indonesia.
Komunitas-komunitas stand
up comedy pun bermunculan di seluruh penjuru nusantara.
Menjawab pertanyaan diawal tulisan, apa bedanya stand up comedy
dengan lawak tunggal? Secara format tidak ada bedanya. Sama-sama dimainkan oleh
satu orang. Bedanya, melawak itu bisa lebih bebas, tidak terpaku dalam sebuah
pakem. Materi yang dibicarakan bentuknya bebas asalkan lucu. Boleh cerita fiksi
yang berpanjang-panjang. Misalnya pelawak menceritakan tentang pengalaman
menolong bapaknya yang kecebur sumur. Cerita itu fiksi semata, kemudian dalam
menceritakannya disertai dengan bumbu-bumbu lucu supaya seru. Itulah lawak.
Sedangkan stand up comedy
memiliki berbagai pakem yang telah disepakati. Seperti adanya set up dan punchline. Set up yang nggak
boleh bertele-tele. Jika set up terlalu
panjang maka kemudian akan dikategorikan sebagai story telling.
Topik yang dibicarakan dalam stand up comedy adalah
nyata bukan fiksi. Bukan berarti nggak boleh membicarakan tokoh fiksi. Seorang stand up comedian
harus memiliki point
of view terhadap sebuah hal yang terjadi. Misalnya seorang stand up comedian
akan membicarakan tentang film Superman (Man of Steel)
“Saya kalau kecopetan nggak bakalan mau ditolong sama
superman” (set up)
“Isi dompet nggak seberapa, nanti gedung hancur bisa
sepuluh” (punchline)
Stand up comedian yang menjadikan headline atau
berita surat kabar sebagai set up maka dia
disebut memiliki gaya topical seperti
Jay Leno. Jika dia menjadikan pengamatan sehari-hari sebagai set up maka dia
disebut bergaya observational
seperti Jerry Seinfeld. Stand up comedian
yang suka menirukan gaya bicara dan gerak tubuh tokoh terkenal atau
selebriti maka dia disebut bergaya impressionist,
seperti yang sering dilakukan Jimmy Fallon.
Iwel Sastra bersama pemilik Comedy Cafe Ramon Papana |
Iwel
Sastra
Komedian
& Pakar Motivasi
follow @iwelsastra19