Bagi yang sudah membaca buku Motivaction: Mimpi atau Mati! tentunya sudah tahu kalau Bab 2 buku tersebut membahas tantang pemasaran diri. Dalam sub bab pemasaran diri saya menulis tentang pemasaran narsis. Kenapa saya memberikan istilah pemasaran narsis? karena menurut saya ini adalah era dimana setiap orang mempunyai kesempatan yang sama bernarsis ria untuk memasarkan diri. Tujuannya bukan hanya sekedar untuk mendapatkan job tapi juga bisa hanya sekedar untuk eksis.
Banyak sekali contoh pemasaran narsis yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Lihat aja twitter yang sekarang menjadi ajang untuk bernarsis ria. Ada yang ingin kelihatan pintar, ada yang ingin kelihatan kritis, bahkan motivator-motivator dadakan bermunculan di ranah twitter yang siap untuk menebar aneka ragam kata motivasi. Mulai dari urusan keuangan hingga masalah jodoh. Contoh lain nggak usah jauh-jauh yaitu saya sendiri he he he. Saya juga
sering menjadikan twitter
sebagai ajang bernarsis ria utk memasarkan diri. Supaya eksis dan dapat
job tentunya. Dalam buku motivaction saya juga meyebutkan alasan saya
lebih suka menggunakan kata memasarkan diri, soalnya kalau jual diri
kesannya gimana gitu ciiin.
Sekarang ini artis, politisi, siapa saja termasuk saya, mau muncul di tivi biasanya suka broadcast, ngetwit .., apa itu nggak narsis. Jangan lupa ya bentar lagi nonton tivi, ada saya lho di tivi. Saya juga sering mendapatkan link berita online dari politisi tentang berita-berita yang terkait dengan dirinya.
Ada orang yang pede mendeklarasikan diri sebagai capres .., kurang narsis gimana coba .., inilah era narsis. Media sosial, gadget dan teknologi mendukung semua orang untuk narsis dan memasarkan diri secara narsis.
Pakar pemasaran Yuswohady dalam tulisannya konsumen narsis yang dimuat di www.yuswohady.com menyebutkan "kini, ketika SMS, BBM, Facebook, Twitter, YouTube, atau blog memungkinkan kita mendapatkan exposure itu dengan murah dan mudah, maka keinginan kita untuk dilihat dan diperhatikan (saya sebut: “naluri narsis”) pun menjadi terbebaskan dan terlampiaskan".
Pakar pemasaran Yuswohady dalam tulisannya konsumen narsis yang dimuat di www.yuswohady.com menyebutkan "kini, ketika SMS, BBM, Facebook, Twitter, YouTube, atau blog memungkinkan kita mendapatkan exposure itu dengan murah dan mudah, maka keinginan kita untuk dilihat dan diperhatikan (saya sebut: “naluri narsis”) pun menjadi terbebaskan dan terlampiaskan".
Sudah susah di era sekarang menarik simpati dengan gaya
low profile. Maksudnya low profile suka sok merendah
"jangan sayalah .., saya ini nggak bisa apa-apa." Atau "ah saya biasa
aja kok". Jamil Azzaini dalam tulisannya yang berjudul sok rendah hati yang dimuat di www.jamilazzaini.com menyebutkan terkadang ada orang yang sok rendah hati dengan mengatakan, “Saya tidak
bisa apa-apa. Saya tidak punya kemampuan apa-apa.” Menurut Jamil orang
ini secara tidak langsung menghina Sang Pencipta. Seolah-olah ia
menganggap bahwa Allah SWT menciptakan produk gagal di muka bumi.
Walaupun namanya pemasaran narsis namun tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan pemasaran narsis yaitu kita harus mempersiapkan produk yang akan kita pasarkan dengan sebaik-baiknya. Dalam memasarkan diri, produk yang dipasarkan adalah diri sendiri maka kita harus mempersiapkan diri dengan baik. Jangan sampai ketika kita telah berhasil menarik perhatian orang dengan kenarsisan kita tetapi kemampuan yang kita berikan masih jauh dari harapan.